Pertanyaan
Saya membeli buku di toko online. Ternyata buku bajakan. Tidak ada niat membeli buku bajakan. Bagaimana hukumnya? Apa yang harus saya lakukan dengan buku tersebut? Memanfaatkannya? Mengembalikan, sepertinya tidak mungkin. Jazakumullah Khoiron katsiro. Wassallamu’alaikum.
Bismillahirrahmanirrahim..
Prinsip dasarnya adalah terlarang seseorang bekerjasama dalam kebatilan. Salah satunya adalah membajak atau memalsukan sebuah barang lalu dijual belikan. Baik pemalsu, penjual, dan pembelinya sama-sama ada saham atas dosanya.
Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan janganlah saling menolong dalam dosa (al itsmu) dan permusuhan (al ‘udwaan). (QS. Al Maidah: 2)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:
وينهاهم عن التناصر على الباطل والتعاون على المآثم والمحارم
Allah melarang mereka menolong dalam kebatilan, dan saling menolong dalam dosa dan perkara-perkara yang haram.
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/13)
Namun, jika kita tidak tahu kalau barang yang kita beli adalah bajakan, atau curian, atau aspal (asli tapi palsu), tentu kita tidak dianggap salah atau ikut bekerjasama. Orang yang tidak tahu dan tidak sengaja tidaklah dihitung berbuat salah. Yang salah adalah jika tahuitu barang curian, bajakan, aspal, tapi dia masih saja membelinya.
Allah ﷻ berfirman:
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan (tdk kami ketahui, tidak sengaja).
(QS. Al-Baqarah, Ayat 286)
Dalam hadits:
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Sesungguhnya Allah membiarkan kesalahan umatku yang: salah (tidak sengaja, tidak tahu), lupa, atau dipaksa utk melakukan kesalahan.
(HR. Ibnu Majah no. 2043, shahih)
Hanya saja, jika kemudian hari kita tahu bahwa kita beli barang bajakan/curian, maka kita bisa ambil jalan yang lebih hati-hati dan bersih, yaitu dengan membeli yang asli lalu menyumbangkan yang palsu itu untuk kepentingan umum, misal ke perpustakaan umum.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan:
وأما المحرم لكسبه فهو الذي اكتسبه الإنسان بطريق محرم كبيع الخمر ، أو التعامل بالربا ، أو أجرة الغناء والزنا ونحو ذلك ، فهذا المال حرام على من اكتسبه فقط ، أما إذا أخذه منه شخص آخر بطريق مباح فلا حرج في ذلك ، كما لو تبرع به لبناء مسجد ، أو دفعه أجرة لعامل عنده ، أو أنفق منه على زوجته وأولاده ، فلا يحرم على هؤلاء الانتفاع به ، وإنما يحرم على من اكتسبه بطريق محرم فقط .
Harta haram yang dikarenakan usaha memperolehnya, seperti jual khamr, riba, zina, nyanyian, dan semisalnya, maka ini haram hanya bagi yang mendapatkannya saja. Tapi, jika ada ORANG LAIN yang mengambil dari orang itu dengan cara mubah, maka itu tidak apa-apa, seperti dia sumbangkan untuk masjid dengannya, bayar gaji pegawai, nafkah buat anak dan istri, hal-hal ini tidak diharamkan memanfaatkan harta tersebut. Sesungguhnya yang diharamkan adalah bagi orang mencari harta haram tersebut.
(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 75410)
Demikian. Wallahu a’lam