Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc.
Alhamdulillah, kita bertemu kembali dengan bulan Sya’ban, semoga Allah berikan segala keberkahan di bulan mulia ini.
Ada beberapa hal yang layak diketahui tentang bulan Sya’ban;
• Bulan yang cenderung diabaikan, karena terletak di antara dua bulan mulia; Rajab dan Ramadan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ،
“Itu adalah bulan yang banyak dilalaikan orang, terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan…” (HR. An Nasai, no. 2357)
Hal ini disampaikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, agar kaum muslimin tidak hanya peduli dengan bulan Rajab dan Ramadan karena kemuliaan keduanya, tapi bulan Sya’ban pun jangan diabaikan, karena dia memiliki kemuliaan dan kekhususan juga.
• Bulan dilaporkan amal seorang hamba kepada Allah Taala
وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ.
“Dia adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Rabb semesta alam. Dan aku suka jika amalku diangkat, aku dalam keaadan berpuasa”. (HR An-Nasai no. 2357)
• Bulan yang paling banyak Rasulullah saw berpuasa di dalamnya.
Hal ini sebagaimana dikatakan Aisyah radhiallahu anha;
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ.
“… Dan Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyempurnakan puasa dalam sebulan kecuali di bulan Ramadhan, dan Aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (HR Al-Bukhari no. 1969 dan Muslim, no. 1156)
Maka disunahkan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
• Bulan terakhir dibolehkannya seseorang menunda qadha puasa Ramadan
Berdasarkan perkataan Aisyah radhiallahu anha;
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Aku sempat punya utang puasa Ramadhan, namun aku tidak dapat mengqadha nya kecuali di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146)
Kedatangan bulan Sya’ban harus menjadi peringatan bagi mereka yang masih punya hutang puasa Ramadan lalu agar segera mengqadha puasanya sebelum masuk Ramadan berikutnya, kecuali jika memang ada uzur syar’i, seperti sakit. Hendaknya masing-masing saling mengingatkan, khususnya para orang tua kepada putera puterinya.
• Kalangan salafusshalih menjadikan bulan Sya’ban sebagai Syahrul Qurro (bulan pembaca Al-Quran) juga bulan untuk mengeluarkan zakat harta.
Ibnu Rajab Al Hambali berkata,
رُوِّينا بإسنادٍ ضعيفٍ عن أنَسٍ، قالَ: كانَ المسلمونَ إذا دَخَلَ شعبانُ، أكَبُّوا على المصاحفِ يَقْرَؤونَها، وأخْرَجوا زكاةَ أموالِهِم، تقويةً للضَّعيفِ والمسكينِ على صيامِ رمضانَ
“Kami menerima riwayat dengan sanad dhaif (lemah) dari Anas RA yang mengatakan bahwa ketika masuk bulan Sya‘ban umat Islam tertunduk pada mushaf Al-Qur’an. Mereka menyibukkan diri dengan tadarus dan mengeluarkan harta mereka untuk membantu kelompok dluafa dan orang-orang miskin dalam menyongsong bulan Ramadlan.” (Lathailful Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Dar Ibnu Huzaimah, 2007, hal. 319)
Hal ini juga dapat dikatagorikan sebagai persiapan diri untuk menyambut Ramadan, juga memberikan persiapan bagi kaum lemah (dhu’afa) untuk menyambut Ramaadn dengan mengeluarkan zakat untuk mereka. Meskipun ini riwayat dhaif, namun dia dapat dipakai sebagai fadha’ilul a’mal (mendapatkan keutamaan amal) disamping perkara ini banyak juga disampaikan para ulama. Di antaranya juga disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab Fathul Bari,
كَانَ الْمُسْلِمُونَ إِذَا دَخَلَ شَعْبَانُ أَكَبُّوا عَلَى الْمَصَاحِفِ، وَأَخْرَجُوا الزَّكَاةَ،
“Kaum muslimin dahulu jika masuk bulan Sya’ban, mereka tekun dengan mushafnya (baca Al-Quran) dan mengeluarkan zakat.” (Fathul Bari, 13/311)
• Di dalamnya terdapat malam yang mulia, yaitu malam nishfu Sya’ban (malam pertengahan bulan Sya’ban)
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Sesungguhnya Allah pada setiap malam Nisfhu Sya’ban mengamati, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali orang musyrik atau orang yang sedang bertengkar (dengan saudaranya).” (HR. Ibnu Majah, no. 1390)