Tinggal di Rumah Suami atau di Rumah Ibu?

Pertanyaan  

Assalamualaikum wr wb Ustadzah orangtua saya hanya tinggal ibu usia 80 tahun, saya ajak ibu tinggal di rumah suami, tapi ibu tidak mau. Sedangkan suami saya ajak tinggal di rumah ibu juga tidak mau ustadzah, padahal suami sudah tidak punya orangtua (sudah meninggal semua), mohon solusinya ustadzah.

Jawaban
Ustadzah Husna Hidayati, MHI

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Saat memutuskan untuk menikah, seorang wanita tentu menjadi memiliki kewajiban untuk taat kepada suaminya, bahkan melebihi kepada orangtua. Selama perintah dari suami tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka harus dipatuhi.

Seringkali muncul pertanyaan, jika istri masih memiliki orangtua. Siapakah di antara keduanya yang harus didahulukan, apakah suami atau orangtua? Apalagi jika orangtua sakit siapa yang wajib untuk merawatnya? Merawat orangtua yang sedang sakit menjadi bakti seorang anak terhadap orangtua yang sudah merawat dan membesarkan mereka.

Tak sekadar itu saja, Allah SWT juga akan menjanjikan amalan surga bagi seorang anak yang dengan sabar dan ikhlas merawat orangtua yang sedang sakit. Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam buku Al Jami fi Fiqh An-Nisaa’ mengatakan seorang perempuan, sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orangtua. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menguatkan hal itu.

Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah. Mengomentari hadis itu, Imam Nawawi mengatakan hadits yang disepakati kesahihannya itu memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan, yang paling berhak mendapatkannya adalah ibu, lalu bapak. Kemudian disusul kerabat lainnya.

Namun, Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum di Fatawa Mu’ashirah menyatakan bahwa memang benar taat kepada orangtua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah. Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ketaatan itu masih berada di koridor syariat dan tidak melanggar perintah agama.

Semestinya setiap muslim memahami anjuran Islam ini secara menyeluruh. Diantaranya juga ada hak yang harus ditunaikan bagi sesama muslim. Termasuk kepada orangtua, mertua, yang tentu menjadi kerabat kita. Dan kerabat memiliki hak yang semestinya lebih diutamakan. Merawat orangtua, terutama yang sudah sakit-sakitan tentu bukan tugas yang ringan apalagi ditambah kondisi anak yang merawat juga sedang memiliki kewajiban terhadap suaminya. Oleh karena itu, semua anak-anaknya harus dilibatkan untuk ikut merawat dan mendampingi.

Idealnya setiap anak bergantian merawat, tapi kadang-kadang kondisi yang ada tidak memungkinkan. Misalnya, ada anak yang tinggal di luar kota/luar negeri, ada yang memiliki anak bayi atau anak berkebutuhan khusus sehingga tidak bisa ikut merawat. Atau bahkan yang bersangkutan adalah anak tunggal. Kalau sudah begitu, semua anggota keluarga harus duduk bersama dan buatlah kesepakatan tentang pembagian tugas yang adil, termasuk dalam urusan biaya perawatan. Misalnya, anak yang rumahnya ‘ketitipan’ orangtua (apalagi kalau kondisi ekonominya juga pas-pasan) bisa dibebaskan dari urusan keuangan.

Sementara anak yang paling berada atau anak yang tinggal di luar kota dibebankan biaya lebih besar. Atau yang masih memiliki anak balita diberi jadwal merawat pada waktu siang hari atau jika mandiri secara ekonomi bisa membantu dalam bentuk materi. Prinsipnya, jangan sampai ada anak yang kelebihan beban, sementara anak yang lain relatif terbebas dari tugas.

Tapi yang pasti, tidak boleh ada alasan tidak bisa ikut merawat orangtua karena sibuk, karena semua orang juga sibuk dan memiliki kewajiban-kewajiban lain yang sama beratnya untuk diabaikan. Saran kami, diskusikan masalah ini bersama agar didapat solusi yang bisa diterima semua pihak, jika suatu masalah dimusyawarahkan insyaAllah ada keberkahan di dalamnya dan Allah berikan jalan keluar terbaik.

مَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

“…Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. (Ath-Thalaq/65 : 2).

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

“…Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. ”. (Ath-Thalaq/65 : 4).