Pertanyaan
Karena telat bangun padahal sudah berniat akan shalat, bolehkah kita melakukan shalat tahajud di antara waktu subuh hingga matahari terbit?
Bismillahirrahmanirrahim…
Ya, hal itu dibolehkan di waktu Dhuha, bukan setelah subuh, sebab Rasulullah ﷺ pernah melakukannya. Hal ini diceritakan oleh ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
وَكَانَ إِذَا شَغَلَهُ عَنْ قِيَامِ اللَّيْلِ نَوْمٌ أَوْ مَرَضٌ أَوْ وَجَعٌ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
Rasulullah ﷺ jika berhalangan shalat malam baik karena ketiduran atau sakit maka dia akan shalat di siang harinya dua belas rakaat.
(HR. An Nasa’i no. 1601. Shahih. Lihat Shahihul Jami’ no. 4788)
Imam Amir Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan:
وفيه أنه يندب قضاء فائت الليل بالنهار
“Dalam hadits ini terdepat anjuran mengqadha shalat malam yang terlewat di siang hari.” (at Tanwir, 8/450)
Hal ini hanya berlaku bagi yang tetidur atau lupa, ada pun bagi yang sengaja tidak shalat malam tentu tidak ada qadha.
Imam Asy Syaukani Rahimahullah mengatakan:
التَّفْرِقَة بَيْن أَنْ يَتْرُكَهُ لِنَوْمٍ أَوْ نِسْيَانٍ، وَبَيْنَ أَنْ يَتْرُكَهُ عَمْدًا، فَإِنْ تَرَكَهُ لِنَوْمٍ أَوْ نِسْيَانٍ قَضَاهُ إذَا اسْتَيْقَظَ، أَوْ إذَا ذَكَر فِي أَيِّ وَقْتٍ كَانَ، لَيْلًا أَوْ نَهَارًا، وَهُوَ ظَاهِرُ الْحَدِيثِ، وَاخْتَارَهُ ابْنُ حَزْمٍ، وَاسْتَدَلَّ بِعُمُومِ قَوْلِهِ: – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «مَنْ نَامَ عَنْ صَلَاتِهِ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إذَا ذَكَرَهَا» قَالَ: وَهَذَا عُمُومٌ يَدْخُلُ فِيهِ كُلُّ صَلَاةِ فَرْضٍ أَوْ نَافِلَةٍ، وَهُوَ فِي الْفَرْضِ أَمْرُ فَرْضٍ، وَفِي النَّفَل أَمْرُ نَدْبٍ. قَالَ: وَمَنْ تَعَمَّدَ تَرْكَهُ حَتَّى دَخَلَ الْفَجْرُ فَلَا يَقْدِر عَلَى قَضَائِهِ أَبَدًا
“Perbedaan antara yang meninggalkannya karena tertidur atau lupa, dengan yang meninggalkannya karena sengaja. Jika meninggalkannya karena tertidur atau lupa, maka hendaknya mengqadha sesudah bangun tidur. Atau ketika dia teringat di waktu kapan pun baik malam atau siang. Itulah yang sesuai zahir haditsnya. Inilah yang dipilih oleh Imam Ibnu Hazm dan dia berdalil dengan keumuman perkataan Rasulullah ﷺ : “Siapa yang tertidur dari shalat malamnya atau lupa maka shalatlah di saat dia mengingatnya.” Dia berkata: hadits ini masih umum, masuk di dalamnya pada tiap shalat wajib atau sunnah. Jika terjadinya pada shalat yang wajib maka wajib, jika terjadinya pada shalat sunnah maka sunnah mengqadhanya. Barang siapa yang sengaja meninggalkannya sampai masuk waktu subuh maka selamanya tidak boleh diqadha.” (Nailul Authar, 3/60)
Namun sebagian ulama menilai apa yang Rasulullah ﷺ lakukan bukanlah qadha shalat malam, sebab shalat malam tidak ada yang dua belas rakaat, tetapi itu adalah sebagai “tambalan” untuk tetap mendapatkan keutamaan shalat malam.
Imam Ibnu ‘Allan Rahimahullah mengutip dari Imam Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Syarh Al Misykah:
جبراً لفضيلة قيام الليل لا قضاء له، إذ ليست صلاة الليل منه في العدد كذلك، والقضاء لا يزيد على عدد الأداء
“Itu adalah tambalan untuk mendapatkan keutamaan shalat malam, bukan sebagai qadha, sebab shalat malam jumlah rakaatnya tidak seperti itu, dan qadha tidaklah ada penambahan rakaat dalam penunaiannya.”
(Dalilul Falihin, 2/412)
Imam Abul ‘Abbas Ash Shawi Al Maliki Rahimahullah menegaskan:
(وَلَا يُقْضَى نَفْلٌ) خَرَجَ وَقْتُهُ (سِوَاهَا)
“Shalat sunnah yang sudah keluar dari waktunya tidaklah diqadha kecuali shalat sunnah fajar.” (Hasyiyah ash Shawi, 1/408)
Kesimpulan:
– Dibolehkan bagi seseorang yang terlewat shalat malamnya baik karena tertidur, sakit, atau lupa, untuk melakukannya di siangnya yaitu di waktu dhuha. Itu adalah qadha atas shalat malam tersebut.
– Ada pula yang menyebut itu bukan qadha, tapi sebagai ganti atau menutupi untuk tetap mendapatkan keutamaan shalat malam. Bahkan ada yang mengatakan tidak ada qadha pada shalat sunnah yang sudah habis waktunya kecuali shalat sunnah fajar.
Demikian. Wallahu A’lam.