Kartu Kredit, Riba ?

Pertanyaan  

Assalamualaikum, Ustadz. Saya punya beberapa pertanyaan.

  1. Apakah beli rumah, take over rumah, dan KPR syariah termasuk riba?
  2. Apakah boleh beli barang dengan cara kredit?
  3. Apakah termasuk riba jika beli barang dengan kartu kredit, tetapi pembayarannya sesuai dengan nominal yang ditagih tanpa bunga agar tidak ada bunga yang dibayar?
  4. Bagaimana cara mengatasi modal usaha tanpa riba dan bagaimana pembagian hasil secara syar’i?

Jawaban
Ustadz Dr. Oni Sahroni, MA.

Waalaikumussalam.

  1. Jual beli KPR melalui bank syariah diperkenankan dan halal dengan skema, di antaranya jual beli murabahah, IMBT, atau musyarakah mutanaqisah, sesuai fatwa DSN tentang Murabahah No. 04/DSN-MUI/IV/2000, IMBT No. 27/DSN-MUI/III/2002, dan Musyarakah Mutanaqisah No. 73/DSN-MUI/XII/2008. Sementara itu, jual beli KPR melalui bank konvensional tidak diperkenankan karena berdasarkan skema pinjaman berbunga yang merupakan bagian dari riba.

 

Begitu pula dengan take over yang dilakukan melalui bank syariah diperkenankan karena skema hawalah bil ujrah dan musyarakah mutanaqisah sebagaimana fatwa DSN MUI tentang Pengalihan Utang No. 31/DSN-MUI/VI/2002.

 

  1. Jual beli kredit (tidak tunai) contohnya adalah A ingin membeli handphone: tunai Rp5 juta atau tidak tunai Rp7 juta dengan angsuran 10 kali. Ia memilih membeli tidak tunai (kredit). Jual beli tidak tunai ini diperkenankan dalam Islam sebagaimana keputusan Lembaga Fikih Internasional Organisasi Kerjasama Islam di Jeddah yang memperkenankan jual beli secara angsur atau jual beli kredit dengan harga lebih besar daripada harga tunai. Di samping itu, jual beli kredit ini adalah jual beli biasa (al-bai’) karena terdiri atas harga dan barang serta bukan merupakan bagian dari transaksi ribawi karena transaksi ribawi terjadi pada utang piutang atau terjadi pada jual beli antara uang dengan uang.

 

  1. menggunakan atau bertransaksi dengan kartu kredit konvensional jika terlambat bayar tagihan,maka itu adalah bunga atas kredit atau pinjaman yang diharamkan dalam Islam. Walaupun dibayar tepat waktu sesuai tagihan, tetap saja memperkuat lembaga keuangan konvensional. Alternatifnya adalah kartu kredit syariah yang mendapatkan imbal hasil atau benefit dari jaminan atas transaksi pemilik kartu kredit dengan merchant dalam transaksi tidak tunai, fee atas penarikan tunai, atau fee atas pengelolaan kartu kredit. Sementara itu, apabila terjadi keterlambatan, biaya yang dibayarkan kepada penerbit kartu syariah adalah ta’zir atau sanksi keterlambatan yang menjadi donasi sosial (ta’widh atau ganti rugi). Gambaran ini sebagaimana yang tertuang dalam fatwa DSN MUI tentang syariah card.

 

  1. Apabila terjadi usaha atau investasi dengan skema bagi hasil antara pemilik modal dan pengelola, berlaku seluruh ketentuan, rukun, dan syarat bagi hasil, baik skema mudharabah maupun skema musyarakah. Salah satu ketentuan terkait pembagian keuntungan atau risiko kerugian adalah keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh modal kecuali jika terjadi karena wanprestasi yang dilakukan oleh pengelola. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah,

فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْخَرَاجُ بِالضَّمَانِ.

Artinya: “Manfaat (didapatkan oleh seseorang) disebabkan ia menanggung risiko.” (HR Tirmidzi).

dan kaidah fikih,

الْغُرْمُ بِالْغُنْمِ

untung muncul bersama risiko”