Jamak Shalat Karena Khawatir Wabah

Pertanyaan  

Assalamualaikum ustadz, apakah boleh menjamak sholat saat keluar rumah selama masa pandemi ini, misal jamak takdim/takhir pada sholat dzuhur-asha/maghrib-isya? Pertimbanganya karena khawatir akan wabah sehingga melakukan tindakan preventif dengan meminimalisir frekuensi melepas masker, pertimbangan tambahan (tidak selalu dalam kondisi ini), yaitu karena selama beraktifitas berada di area yang berisiko, misal di ruangan tertutup & orang di sekitar tidak menjalani prokes dengan benar.

Jawaban
Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh

Jamak shalat adalah menggabungkan dua shalat fardhu dalam satu waktu, baik di waktu awal disebut dengan jamak taqdim atau di waktu kedua, disebut jamak ta’khir. Shalat yang dapat dijamak adalah shalat Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya.

Para ulama sepakat (ijmak) dibolehkannya jamak shalat. Karena banyak riwayat shahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan jamak shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang sebab-sebabnya. Umumnya para ulama membolehkan jamak dalam safar atau di tengah perjalanan, khususnya dalam safar yang membolehkan seseorang untuk mengqashar shalat.

Adapun di luar safar, mayoritas para ulama menyatakan bahwa selain safar, ada juga sebab-sebab yang membolehkan seseorang melakukan jamak shalat, hanya saja para ulama berbeda pendapat dalam perkara detailnya. Ada yang membatasi sebabnya hanya pada perkara yang diisyaratkan oleh syariat, seperti hujan, sakit atau dalam kondisi takut akan serangan musuh. Adapula yang memperluas sebabnya, yaitu dikaitkan oleh adanya tuntutan dan kebutuhan mendesak, sepanjang hal itu tidak menjadi kebiasaan.

Lebih jelasnya dinyatakan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, sebagai berikut;

وَذَهَبَ طَائِفَةٌ مِنَ الْفُقَهَاءِ مِنْهُمْ – أَشْهَبُ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ، وَابْنُ سِيرِينَ وَابْنُ شُبْرُمَةَ – إِلَى جَوَازِ الْجَمْعِ لِحَاجَةٍ مَا لَمْ يُتَّخَذْ ذَلِكَ عَادَةً.

قَال ابْنُ الْمُنْذِرِ: يَجُوزُ الْجَمْعُ فِي الْحَضَرِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ، وَلاَ مَطَرٍ، وَلاَ مَرَضٍ. وَهُوَ قَوْل جَمَاعَةٍ مِنْ أَهْل الْحَدِيثِ لِظَاهِرِ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَال: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ (٢) فَقِيل لاِبْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَل ذَلِكَ قَال: أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أُمَّتَهُ. وَلِمَا رُوِيَ مِنَ الآْثَارِ عَنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ مِنْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَجْمَعُونَ لِغَيْرِ الأَْعْذَارِ الْمَذْكُورَةِ

“Sejumlah ulama ahli fikih (fuqoha), di antaranya; Asyhab dari kalangan mazhab Maliki, Ibnu Munzir dari mazhab Syafii, Ibnu Sirin dan Ibnu Syubrumah berpendapat bolehnya menjamak shalat apabila ada kebutuhan selama hal itu tidak dijadikan kebiasaan.

Ibnu Muzir berkata, dibolehkan menjamak shalat saat menetap bukan karena rasa takut, turun hujan atau sakit. Ini merupakan pendapat sejumlah ahli hadits berdasarkan zahir hadits riwayat Ibnu Abas radhiallahu anhuma, dia berkata, Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjamak shalat Zuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena takut dan hujan. Lalu hal tersebut ditanyakan kepada Ibnu Abas, mengapa beliau melakukan hal itu? Dia menjawab, ‘Beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) tidak ingin memberatkan umatnya.’ Juga berdasarkan riwayat atsar (perkataan) sebagian sahabat Nabi dan tabiin radhiallahu anhuma bahwa mereka menjamak shalatnya bukan karena sebab-sebab yang telah disebutkan.” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 15/292)

Berkaitan dengan masalah penanya, maka perlu dipertimbangkan seberapa besar kebutuhannya menjamak shalat. Hal ini tentu tidak dapat berlaku umum untuk siapa saja. Jika kondisinya memang cukup mendesak, katakanlah wabah sedang puncaknya, tempat kerja pun melibatkan banyak orang, potensi tertular dan resikonya sangat besar, maka untuk meminimalisir potensi ketertularan, dia dapat menjamak shalat, asalkan hal tersebut tidak menjadi kebiasaan dan tidak berlaku begitu saja di sembarang tempat. Namun jika kondisi tidak terlalu mengkhawatirkan, wabah sudah menurun drastis, bahkan seandainya tertular pun resikonnya lebih ringan, misalnya karena vaksinnya sudah lengkap, maka lebih hati-hati jika dia tidak menjamak shalatnya. Wallahu a’lam.