Jamak Shalat karena Cuci Darah

Pertanyaan  

Assalamualaikum ustadz saya pasien cuci darah yang harus menjalani cuci darah dua kali dalam satu pekan, cuci darahnya dimulai sekitar jam 14.00 selama 4,5 jam dan bisa 5 jam jika datang diawal, sebelum berangkat dari rumah, saya shalat jamak qashar dzuhur-ashar dan jarak antara rumah-rumah sakit sekitar 25 menit pakai motor, apakah hal itu diperbolehkan atau hanya boleh dijamak saja?

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man Hasan, M.HI

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Syafakumullah Wa ‘afaakum

Apa yang saudara penanya alami, sudah cukup syarat untuk melakukan jamak, yaitu karena kondisi adanya haraj – masyaqqah (kesulitan dan kesempitan), yaitu kesibukan yang begitu panjang dan sulit dihindari seperti proses cuci darah teresbut.

Dalam hadits disebutkan:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menjamak antara zhuhur dan ashar, maghrib dan isya di Madinah, pada hari saat tidak ketakutan dan tidak hujan.” (HR. Muslim No. 70)

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata:

وأوسع المذاهب في الجمع مذهب أحمد فإنه جوز الجمع إذا كان شغل كما روى النسائي ذلك مرفوعا إلى النبي صلى الله عليه وسلم إلى أن قال: يجوز الجمع أيضا للطباخ والخباز ونحوهما ممن يخشى فساد ماله.

“Madzhab yang paling luas dalam masalah jamak adalah madzhab Imam Ahmad, dia membolehkan jamak karena kesibukkan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam An Nasa’i secara marfu’ (sampai) kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sampai-sampai dibolehkan jamak juga bagi juru masak dan pembuat roti dan semisalnya, dan juga orang yang ketakutan hartanya menjadi rusak.” (Al Fatawa Al Kubra, 5/350)

Ada pun qashar, hanya diperbolehkan karena safar (perjalanan), dengan ketentuan:

– Safar yang halal
– Dilakukan sesudah di luar wilayah kotanya (bukan di tempat tinggal)
– Jaraknya sudah cukup syarat yaitu 4 burd (+/- 88, 656km), atau istilah lainnya 2 marhalah.

Ketentuan jarak ini adalah pendapat mayoritas ulama sejak salaf dan khalaf.

– Golongan Malikiyah (Imam ad Dasuqi dalam Hasyiyah ad Dasuqi, 1 /359)

– Syafi’iyyah (Imam an Nawawi dalam al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 4/323, Imam al Mawardi dalam al Hawi al Kabir, 2/360)

– Hambaliyah (Imam al Mardawi dalam al Inshaf, 2/223)

– Juga sejumlah ulama salaf, dikutip oleh Imam An Nawawi Rahimahullah:

مَذْهبنا: أنَّه يجوز القصرُ في مرحلتين، وهو ثمانية وأربعون مِيلًا هاشميَّة، ولا يجوزُ في أقلَّ من ذلك، وبه قال ابنُ عُمرَ، وابنُ عبَّاس، والحسنُ البَصريُّ، والزُّهريُّ، ومالكٌ، والليثُ بنُ سَعدٍ، وأحمدُ، وإسحاقُ، وأبو ثورٍ

Dalam madzhab kami, dibolehkan qashar jika sudah sejauh 2 marhalah, yaitu 48 mil hasyimiyah, dan tidak boleh kurang dari itu. Inilah pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Hasan al Bashri, az Zuhri, Laits bin Sa’ad, Malik, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur.

(al Majmu Syarh al Muhadzdzab, 4/325)

– al Qadhi Abu Yusuf (murid dan kawannya Abu Hanifah). (al Muhith al Burhani, 2/22).

– Al Auza’i dan fuqaha kalangan ahli hadits. (an Nawawi, al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/195)

– Ini yang dipilih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz (Fatawa Nuur ‘alad Darb, 13/42-43)

Sebagian imam ada yang berpendapat jarak tidaklah ada ketentuan baku, yang penting sudah layak disebut safar secara logika dan tradisi. Seperti Madzhab Zhahiri, seperti Imam Daud az Zhahiri, dan Imam Ibnu Hazm. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, 1/168), juga sebagian Hambaliyah (Ikhtiyarat al Fiqhiyah, Hal. 434)

Jika menggunakan standar pendapat mayoritas maka perjalanan yang saudara penanya lakukan belum memenuhi syarat jaraknya maka hanya boleh jamak saja dan tanpa qashar. Jika sudah terpenuhi maka boleh jamak dan qashar.

Demikian. Wallahu A’lam

Konsultasi Terkait