Ibadah dengan Menggunakan Parfum

Pertanyaan  

Assalamualaikum ustadz, apakah sah dan diperbolehkan apabila kita beribadah jika kita menggunakan parfum atau wewangian yang salah satu bahan pembuatannya itu mengandung alkohol ustadz?

Jawaban
Ustadz Farid Nu'man Hasan, SS

Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim.

Alkohol tidak selalu identik dengan khamr, dan khamr pun tidak selalu pula identik dengan alkohol.

Tetapi, memang banyak minuman yang mengandung alkohol yang dibuat untuk menghangatkan badan dan memabukkan.

Pihak yang menyamakan alkohol dan khamr, sering menggunakan ayat:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah rijsun (perbuatan keji) dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.

(QS. Al-Ma’idah, Ayat 90)

Sebagian mufassir memaknai rijsun adalah Najis, seperti An Nasafi, An Naisaburi, Al Khazin, Abul Hasan Al Mawardi, sehingga khamr adalah najis secara zat. (Lihat An Nasafi, Madarik At Tanzil wa Haqaiq At Ta’wil, 1/305, An Naisaburi, Tafsir An Naisaburi, 3/369, Al Khazin, Lubab At Ta’wil fi Ma’ani At Tanzil, 2/473, Al Mawardi, Al Hawi Al Kabir, 1/625)

Dari sinilah pihak yang mengatakan alkohol itu adalah najis, karena kenajisan khamr. Mayoritas ulama mengatakan khamr itu najis.

Sementara mufassir salaf memaknai tidak demikian. Ibnu Abbas mengatakan makna rijsun adalah kebencian (kemarahan). Ibnu Zaid mengatakan: keburukan. Tentang rijs, Ibnu Abbas juga mengatakan:  syaitan. Sedangkan Mujahid mengatakan: segala sesuatu yang tidak baik. Dan Ibnu Zaid mengatakan: azab.. (Imam Ibnu Jarir, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al Quran, 10/565. Lihat juga, 12/111)

Ahli bahasa di daerah Kufah mengatakan, rajasah dan najasah adalah dua bahasa yang berbeda. Sedangkan ahli bahasa di daerah Bashrah mengatakan, rajasah dan najasah memiliki arti yang sama yakni azab. (Ibid, 12/112)

Menurut Sa’ad bin Al Haddad, dalil yang paling jelas tentang sucinya khamr adalah ketika diharamkannya khamr, para sahabat menumpahkannya di jalan-jalan kota Madinah dan terinjak-injak. Seandainya itu  najis pasti para sahabat tidak melakukannya, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga akan melarangnya.

Dalam Shahih Ibnu Hibban tertulis:

أخبرنا أبو يعلى قال: حدثنا محمد بن عبد الملك بن زنجويه قال: حدثنا عبد الرزاق قال: أخبرنا معمر، عن قتادة، وثابت وآخر معهم كلهم عن أنس بن مالك قال: لما حرمت الخمر قال: إني يومئذ أسقي أحد عشر رجلا، قال: فأمروني فكفأتها، وكفأ الناس آنيتهم بما فيها حتى كادت السكك تمتنع من ريحها

Telah mengabarkan kami Abu Ya’la, bercerita kepada kami Muhammad bin Abdul Malik Zanjawaih, bercerita kepada kami Abdurrazzaq, mengabarkan kami Ma’mar, dari Qatadah, dari Tsabit dan lainnya, semuanya dari  Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, Beliau berkata, “Ketika khamr diharamkan, aku biasanya menuangkan khamr untuk sebelas orang. Mereka menyuruhku lalu aku menumpahkan botol khamr itu dan  manusia juga turut menumpahkan botol-botol khamr mereka. Sehingga jalan-jalan di kota Madinah tidak bisa dilalui karena dipenuhi bau khamr.” (HR. Ibnu Hibban No. 4945,  Ahmad No. 13299. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan; shahih sesuai syarat syaikhan. Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 13299)

Demikianlah perbedaan  tentang makna Ar Rijs, dan telah nampak bahwa kebanyakan para ulama salaf (terdahulu) tidak memaknainya sebagai najis secara zat. Kalau pun najis, itu adalah najis maknawiyah yaitu perbuatan mabuknya yang najis.

Maka, pendapat bahwa khamr adalah suci secara zat, sehingga suci pula alkohol, adalah pendapat yang lebih mungkin dijalankan bagi paramedis. Begitu pula alkohol pada minyak wangi.

Inilah pendapat Rabi’ah, Al Laits bin Sa’ad, Al Muzanni, Sa’ad bin Al Haddad Al Qarawi, Asy Syaukani, Yusuf Al Qaradhawi, dan lain-lain.

Hal di atas jika memang alkohol identik dengan khamr, faktanya tidak demikian. Oleh karena itu tidak masalah alkohol yang ada pada parfum. Oleh karena itu fatwa Darul Ifta Al Mishriyah mengatakan alkohol bukanlah najis dan bukan pula khamr, berikut ini sebagian fatwanya:

اتفق العلماء على أن الكحول فى نفسه ليس نجسًا، وأنه يجوز استعماله فى العطور والمنظفات والأدوية وغير ذلك من الاستخدامات النافعة، وأن الإنسان إذا صلَّى وهو متعطر به فصلاته صحيحة؛ وذلك لأن الأصل فى الأعيان الطهارة، ومع أنه يحرم شرب الكحول لكن لا يلزم من كون الشيء محرمًا أن يكون نجسًا؛ لأن التنجيس حكم شرعى لا بد له من دليل مستقل

Para ulama sepakat bahwa alkohol itu sendiri bukanlah najis, dan boleh memanfaatkannya untuk parfum, antiseptik, dan pengobatan, dan pemakaian lainnya yang bermanfaat. Jika seseorang shalat dan dia memakai parfum beralkohol maka shalatnya sah, hal ini karena hukum dasat dari berbagai materi adalah suci, bersamaan dengan itu memang diharamkan meminum Alkohol, tetapi tidak mesti sesuatu yang haram itu adalah najis, karena menyatakan najis itu adalah hukum syar’i yang mesti ditopang dalil tersendiri.

Demikian. Wallahu A’lam.