Pertanyaan
Izin bertanya ustad, Masjid kami saat ini sedang dalam tahap renovasi dan pembangunan. Di masjid lalu dibuka donasi untuk pembangunan dengan cara meminta sumbangan di jalan sekitar masjid kepada para pengendara kendaraan yang lewat oleh panitia seksi usaha dana, sebagian dana yang masuk lalu dibagi sebagai upah untuk yang bertugas meminta sumbangan. besarnya ditentukan sebesar 20%, yang ingin saya tanyakan apa hukumnya ustad mengambil sebagian sumbangan dari masyarakat sebagai upah bagi yang bertugas? apakah ini diperbolehkan?
Bismillahirrahmanirrahim ..
Jika aktifitas ini dibuat profesional, tidak masalah petugas penarik sumbangan itu diberikan ujrah (upah) dengan ajad ijarah (sewa). Yaitu sewa atas jasanya baik tenaga dan waktunya dalam mencari dana.
Hanya saja jangan terlalu besar hendaknya diupah sepantasnya, hal ini diqiyaskan dengan wali yatim, sebagaimana keterangan dalam hadits berikut:
Nabi ﷺ bersabda:
كُلْ مِنْ مَالِ يَتِيمِكَ غَيْرَ مُسْرِفٍ وَلَا مُبَادِرٍ وَلَا مُتَأَثِّلٍ
“Makanlah sebagian dari harta anak yatimmu, tetapi janganlah berlebihan, tidak menggunakannya secara mubadzir, dan tidak mengambi harta pokoknya..” (HR. Abu Daud no. 2872, Hasan)
Imam Ibnu Hajar Al Hajtamiy Rahimahullah mengatakan:
و قيس بولي اليتيم فيما ذكر من جمع مالا لفك أسر أي: مثلا فله َالْوَجْهُ أَنْ يُقَالَ فَلَهُ أَقَلُّ اْلأَمْرَيْنِ
“Dan diqiyaskan dengan wali yatim seperti yang telah disebutkan, bahwa orang yang mengumpulkan harta, misalnya untuk menebus membebaskan tawanan. Jika orang yang mengumpulkan itu miskin maka ia diperbolehkan untuk makan dari harta tersebut atau ia boleh mengambil satu di antara dua perkara yang paling sedikit.” (Tuhfatul Muhtaj, 5/187)
Maksud dua hal dalam keterangan Imam Ibnu Hajar di atas adalah biaya nafkah atau mengambil ujrah al mitsli (upah yang pantas).
Demikian. Wallahu a’lam
Wa Shallallahu’ala Nabiyyina Muhammadin wa’ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam