Pertanyaan
Assalamualaikum wr.wb
Bagaimana hukumnya Bapak Tiri menggunakan harta warisan hak anak tiri dan digunakan untuk modal usahanya?
Waalaikum salam warahmatullahi wa barakatuh
Allah melarang kita memakan harta orang lain dengan cara yang tidak haq. Termasuk diantaranya adalah memakan harta warisan yang menjadi milik orang lain terutama anak yatim karena ketika seorang ayah meninggal dunia maka anaknya menjadi yatim dan hartanya dikelola walinya. Maka wali ini tidak boleh memakan harta anak yatim dengan cara yang zhalim. Allah berfirman:
إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلماً إنما يأكلون في بطونهم ناراً وسيصلون سعيراً) [النساء: 10])
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. (QS. An-Nisa: 10)
Ayat ini berada di ayat yang ke 10 dari surat an Nisa sebelum Allah membahas tentang pembagian warisan di ayat 11 dan 12 dari surat an-Nisa’. Ayat seolah menjadi muqoddimah untuk diperhatikan kepada para wali yang merawat anak yatim.
Walau ayat ini berbeda konteksnya dengan apa yang ditanyakan namun secara substantive bahwa memakan harta warisan yang menjadi hak milik orang lain itu dilarang.
Dari pertanyaan yang disampaikan, saya memahami bahwa kasusnya adalah ada seorang wanita meninggal dunia dan memiliki suami yang bukan menjadi ayah dari anak-anaknya. Tetapi suami itu adalah ayah tiri dari anak-anaknya si mayit. Maka Ayah tiri itu tentu bukan wali bagi anak-anak ini. Sehingga jika ia ingin menggunakan harta warisan milik anak-anak tirinya untuk usaha, maka ia harus meminta izin terlebih dahulu. Sebagaimana jika ada orang yang ingin menggunakan harta milik orang lain untuk modal usaha.
Maka nasehat bagi bapak tiri tersebut hendaknya mengembalikan harta itu kepada pemiliknya dan bertaubat kepada Allah atau ia duduk bersama dengan pemilik hak waris dengan baik-baik untuk meminta ijin penggunaan harta itu untuk modal usaha. Jika tidak diijinkan maka harta tersebut mesti dikembalikan.
Wallahu a’lam bis shawab