Pertanyaan
Assalamualaikum ustadzah, bagaimana menangani istri yang tidak mau sholat? Bagaimana caranya bila gugat cerai? Sedangkan saya sangat menyayangi anak saya yang masih berumur delapan bulan, karena saya berpikir istri saya selalu bersembunyi dibalik anak saya dan itu selalu membuat saya menjadi lunak,
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Tidak semua istri memiliki sifat penurut dan taat. Banyak sekali terjadi kasus pembangkangan istri terhadap perintah suami. Akan tetapi bukan berarti istri yang memiliki sikap seperti ini tidak dapat dibimbing dan diarahkan. Dalam literatur Islam, sikap pembangkangan dan ketidaktaatan istri terhadap suami dikenal dengan istilah nusyuz.
Dalam kondisi seperti ini, suami dituntut harus cerdas dalam mengelola situasi. Suami dituntut harus bijaksana dalam mengambil setiap langkah keputusan. Suami harus adil dalam bersikap. Suami harus mengerti ilmunya ketika istri berbuat nusyuz. Allah Ta’aala telah memberikan jalan keluar kepada suami untuk mengatasi istri yang nusyuz. seperti ditegaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
Konsep global yang digunakan berdasar penafsiran surat An-Nisa ayat 34 adalah bertahap dalam memberikan sanksi. “Hendaknya suami memberi hukuman atau sanksi kepada istrinya dari tahapan yang ringan, lalu naik ke tahapan berikutnya, demikian tutur Syaikh as-Sa’di saat menafsirkan surat An-Nisa ayat 34 di atas (Tafsir Karimurrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, 1/177).
Di dalam tafsir al-Maroghi dikatakan. “Dan wanita-wanita yang diketahui mulai berbuat arogan serta dikhawatirkan tidak menjalankan hak-haknya dalam keluarga dalam perihal yang diridhoi, maka bagi kalian (para suami) agar mensikapinya dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: memulai dengan nasihat yang dapat membuatnya sadar, kemudian pisah ranjang dan memalingkan diri darinya di atas ranjang, kemudian memukulnya dengan pukulan yang tidak keras, katanya. Hal ini juga diterangkan oleh Imam Al Muzani dalam kitabnya Mukhtashor al Muzani. “Dan di dalamnya (surah An Nisa : 34) adalah petunjuk pada konsekuensi dalam setiap kondisi wanita kapan mereka ditegur dan dihukum bila ditemukan pada mereka indikasi yang mengkhawatirkan baik dari perbuatan atau perkataan, maka ditegur lebih dahulu, jika tetap berbuat nusyuz maka pisah ranjang, dan bila masih berbuat demikan maka pukullah.
Namun, syariat tetap membatasi kebolehan memukul ini. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan. Dan firman-Nya: “dan pukullah mereka, atau apabila istri-istrimu tidak tergoyahkan (nusyuznya) dengan nasehat dan pisah ranjang, maka dibolehkan bagimu memukul mereka dengan pukulan yang tidak melukai”.
Para fuqaha dalam mengomentari hukum syariatnya suami memukul istri yang nusyuz, mayoritas mereka mensyaratkan agar tidak memukul dengan pukulan yang keras, tidak pula membekas, tidak menyebabkan luka, tidak berulang kali, tidak membuat memar atau patah tulang. Jika istri berbuat nusyuz, maka pertama yang harus dilakukan adalah,
فَعِظُوهُنَّ
“Maka, nasehatilah mereka…” (QS. An-Nisa’: 34)
Menasihati bukanlah hal yang bisa dianggap mudah. Agar tepat sasaran, menasihati perlu mempertimbangkan waktu. Suami dituntut untuk betul-betul bisa mencari waktu yang tepat untuk menasihati ketika istri berbuat nusyuz. Pilihan waktu yang salah, menjadikan nasehat yang sejatinya mampu mengubah sifat malah berbalik membuat istri tambah tidak taat.
Dalam konsep Islam, konten nasihat itu terdiri dari dua unsur, at-Targhib dan at-Tarhib. At-Targhib memuat kalimat indah yang memotivasi istri dengan kepastian janji-janji Allah ‘azza wa jalla, keutamaan istri shalihah, besarnya pahala ketaatan istri kepada suami, kabar-kabar baik seputar kewajiban istri kepada suami, dan sebagainya. Sementara at-Tarhib memuat kalimat- kalimat ancaman Allah ‘azza wa jalla kepada istri yang durhaka kepada suami, dahsyatnya siksaan bagi istri yang tidak taat kepada suami, kabar tentang betapa ngerinya azab Allah ‘azza wa jalla terhadap para wanita yang menyimpang dari kewajibannya sebagai seorang istri, dan sebagainya.
Jika nasihat sudah diberikan dengan cara yang paling ma’ruf dan hati-hati tidak merubah nusyuz (pembangkangan istri), maka suami boleh memberikan perlakuan sesuai tahapan-tahapan yang dianjurkan dalam Al-Qur’an yang sudah dibahas di atas. Wallaahu a’lam.