Pointer Khutbah Juma’t 1442 H (Seri 56)
Tema : Proteksi Krisis Masyarakat
Penulis : KH. Dr Surahman Hidayat, MA.
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلَّهِ جَلَّ وَعَلَا أَمَرَنَا بِالْإِيمَان وَالتَّقْوَى أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الَّذِى أَرْشَدَنَا إلَى الصّدق وَالْوَفَاء . وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ الْمَبْعُوثُ رَحْمَةً لِلْبَرَاياَ . فَاللَّهُم صَلِّ وَسَلِّمْ عَل سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَكُلّ التَّابِعِيْن بِهَدْيِهِم إلَى يَوْمِ اللِّقَاء .
أَمَّا بَعْدُ فَقَدْ وَصَّى اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ بِالتَّقْوَى . فَقَدْ فَازَ مَنْ اتَّقَى
Jamaah jumat rahimakumullah!
Syukur alhamdulillah kita dapat meningkatkan iman takwa dalam keadaan sehat wal afiat. Iman takwa mengajarkan tiga hal penting: pencerahan, penyuluhan, dan proteksi dari bahaya dengan melakukan upaya preventif yang maksimal. Sehubungan dengan itu, bersyukur bahwa di pekan pertama bulan Juli ini pemerintah memberlakukan PPKM guna mengerem laju covid-19 yang masih mengganas. Semoga negara hadir dengan regulasi yang efektif dan bijak, di mana masyarakat merespon dengan disiplin dan aparatur juga berlaku adil.
Dalam kacamata yang lebih luas, dalam perspektif wawasan kebangsaan, kesehatan, dan moral, PPKM dapat dipahami sebagai Pekan Proteksi Krisis Masyarakat. Secara historis tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden untuk memproteksi negara dan bangsa dari krisis politik. Saat itu konstituante hasil pemilu 1955 gagal membentuk UUD permanen, menggantikan UUDS 1950 yang merongrong NKRI. Maka, demi menyerap aspirasi yang kuat dari rakyat, Presiden RI ketika itu mengeluarkan Dekrit. Poin intinya adalah membubarkan konstituante, mencabut UUDS 1950 dan memberlakukan kembali UUD 1945 secara utuh.
Dari perspektif proteksi kesehatan masyarakat, PPKM hadir untuk dilaksanakan secara baik dan bertanggung jawab sesuai perintah konstitusi untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dari ancaman wabah, ancaman kemiskinan, bahkan kelaparan.
Di samping itu, ada yang lebih penting dan fundamental. Yaitu PPKM hadir untuk melindungi negara dan bangsa dari krisis moral dan karakter yang terus tergerus sampai pada nyaris hilangnya kejujuran dari para pemangku kepentingan. Suara-suara sangat kritis dalam berbagai bentuknya telah disampaikan oleh banyak kalangan yang peduli dengan kondisi dan masa depan kedaulatan bangsa dan keutuhan NKRI.
Kitab Allah Swt telah menegaskan bahwa kejujuran (al-shidq) termasuk hal pokok dalam ketakwaan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS at-Taubah: 119)
Lebih detail secara operasional, Rasulullah saw bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا (رواه مسلم(
“Kalian harus jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.” (HR. Muslim)
Ketiga ancaman tersebut: krisis kesehatan yang berdampak pada kondisi ekonomi, politik kenegaraan, dan krisis akhlak (karakter dan moral) kesemuanya mengantarkan pada kelemahan dan kemudian berujung pada kehancuran. Tapi yang paling determinan dari ketiga hal tersebut adalah krisis akhlak, khususnya krisis kejujuran. Arahan tentang kejujuran bukan semata doktrin Qurani dan profetik. Dalam realita kehidupan tingkat bangsa dan negara hal itu berhasil dibuktikan oleh Finlandia. Dalam video seorang peneiti Indonesia yang baru kembali dari Finlandia, membawa bukti faktual bagaimana Finlandia diakui oleh dunia sebagai begara paling bahagia: Pendapatan perkapita paling tinggi, lingkungan paling asri, pelanggaran hukum paling rendah termasuk soal korupsi. Serta keterpaparan covid-19 pun paling rendah. Yang lebih mengagumkan ternyata hal itu dicapai bukan karena tingginya pendidikan rata-rata rakyatnya. Tetapi karena kejujuran yang berhasil mereka jaga dan mereka wujudkan dengan baik. Jadi apa yang diajarkan oleh Nabi saw memberikan bukti nyata di sana.
Terkait dengan misi melindungi, secara kenegaraan ia merupakan perintah konstiitusi negara. Namun dari perspektif samawi, kewajiban melindungi adalah perintah Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS at-Tahrim: 6)
Takwa itu dalam bahasa Arab derivasi dari kata dari wiqayah yang artinya melindungi dan memberikan perisai dari sesuatu yang mengancam jiwa. Kalau terkait dengan urusan “langit”, kekurangsungguhan, bahkan keteledoran dalam melindungi nyawa yang merupakan amanah Allah, merupakan maksiat dengan kategori dosa besar. Ia termasuk delik pembunuhan. Kalau bukan kategori sengaja, maka termasuk tindakan semi sengaja. Atau, membunuh dengan sebab lalai. Di akhirat ancamnya api neraka. Sedangkan di dunia, oleh Sayidina Umar ra dan juga Tabib ulung Ibnu Sina, ancaman wabah digambarkan laksana semburan api yang siap membakar apa dan siapa saja yang dalam jangkauannya.
Mari kita sadari, bahwa melindungi jiwa atau nyawa yang merupakan titipan Allah merupakan tanggung jawab dan kewajiban kita sebagai orang beriman.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِمَا جَاءَ فِي الْقُرْآنِ وَسُنَّةِ النَّبِيِّ الْكَرِيم وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ تِلاَوَتَه فِي كُلِّ وَقْتٍ وَحِين إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. واسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِين . أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِينُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الصَّادِق الْوَعْد الْأَمِين .
فَاللَّهُم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ الْخَلْقِ أَجْمَعِينَ . وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِينَ دأبوا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالتَّسْلِيم
اَللَّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
اَللَّهُم سَلَّمْنَا وَالْمُسْلِمِين وَعَافِنَا وَالْمُسْلِمِين وَاكْفِنَا وَإِيَّاهُم مِنْ شَرِّ مَصَائِب الدُّنْيَا وَالدِّينِ
رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . وَآخِر دَعْوَانَا أَن الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين