Pointer Khutbah Juma’t 1442 H (Seri 47)
Tema : Pilihannya Hanya Menjadi Pemenang
Penulis : KH. Dr. Surahman Hidayat, MA.
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّه .أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ فاللهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى النَّبِيِّ الْعَظِيم إمَام الْأَنْبِيَاء وَالْمُرسَلِين وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اتَّبَعَ هُدَاهُم بِإِحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّينِ .
أَمَّا بَعْدُ فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى السِّرّ وَالْعَلَن وَالِاسْتِقَامَة مَعَ الْحَقِّ وَعَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ .
Ma’asyiral shaimin, jamaah jum’ah rahimakimullah!
Kita bersyukur kepada Allah karena atas taufiqk-Nya sampailah kita pada etape ketiga dalam shiyamu ramadhan tahun ini. Memantapkan keikhlasan liwajhillahi dalam setiap amalan di etape pertama. Boleh menggandakan niat yang sejalan: fardhan dan syukran karena Allah.
Pada etape kedua kita pertahankan keberlangsungan dan kesinambungan (mudawamah) amaliah ibadah kita sesuai taujih Nabi saw.
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus (dilakukan) meskipun sedikit.” (HR Muslim)
Dan pada etape ketiga di tahapan finish kita injak gass poll demi merespon sabda Nabi saw:
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR Bukhari)
Khawatim ramadhan adalah di 10 hari terakhir العشر الاواخر yang sangat diistimewakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal itu agar para shaimin berkompetisi untuk menjadi juara.
وَفِى ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ ٱلْمُتَنَٰفِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS al-Muthaffifin: 26)
Allah Swt mengistimewakan etape ketiga sebagai peluang bagi hamba-Nya para shaimin. Di mana ada hari-hari dan malam-malam untuk mengusahakan (taharri) lailatul qadar. Persisnya Allah rahasiakan. Hanya disampaikan harapan atau dugaan bahwa ia terwujud pada malam-malam ganjil. Dan baginda Nabi saw mengisyaratkan sebagian tanda-tandanya. Meskipun Rasulullah saw dijamin sebagai pemenang juara pertama, namun untuk memberikan keteladanan, betapa mujahadah beliau luar biasa. Seperti tergambar dalam kalimat: lebih bersungguh-sungguh (asyaddu mujahadatan): dalam menghidupkan malam dan membangukan keluarga (ahyal laila wa ayqadza ahlah); dalam mengikatkan sarung (wa syaddal mi’zara); dalam mengulang- bacaan Alquran (muraja’ah dengan Jibril); dalam banyak menderma yang bagai tiupan angin tiada henti (ajwadu karrihil mursalah); serta dalam meribath di mesjid ( I’tikaf). Tentu dalam kondisi normal (halatil ikhtiyar). Adapun dalam kondisi darurat (halatal idlthirar) seperti darurat pandemi saat ini, kaifiat (teknis pelaksanaan) itikaf ada keluwesan dan kelonggaran dengan memperhatikan protokol kesehatan. Yang harus tetap adalah semangat memperbanyak dan meningkatkan disertai keikhlasan mengharap ridha Allah.
Di sela-sela shalat sunat mutlak, tilawatil quran dan lantunan doa-doa, Nabi saw menganjurkan kepada ummil mukminin Aisyah ra dan tentu kepada kita juga umat pecintanya untuk memperbanyak bacaan yang pendek
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا
Redaksi yang agak panjang
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْم تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ
Boleh juga didahului bacaan
أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ أسْتَغْفِرُ الله
Jangan lupa ada kewajiban zakatul fithri atau zakat fitrah sebelum lebaran puasa ramadhan (idul fithri). Sebagaimaba sabda Rasul saw,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ الْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
’’Rasulullah telah memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslimin; dan beliau menyuruh agar dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat Idul Fitri.” (Muttafaq alayh)
Para ulama yang berkewenangan secara keilmuan dan kelembagaan yaitu MUI bersama Kementerian Agama, dari kajian fiqihnys menyimpulkan: Standar zakat fitrah dengan beras 3,5 liter atsu 2,5 kg. Jika diuangkan untuk wilayah Jabodetabek sekitar Rp 35 ribu/jiwa. sebagaimaba telah disosialisasikan melalui perangkat Desa, RW dan RT.
Waktunya, jika mengambil yang longgar (muwassa’) boleh sejak awal ramadhan, sedang kalau waktunya sempit (mudhayyaq) pada malam takbiran iedil fithri, mulai setelah maghrib sampai dengan shalat ied dimulai. Jika ditunaikan setelah shalat ied jatuhnya menjadi sedekah biasa.
Dalam konteks kompetisi dan seleksi juara, hendaknya opsi yang diambil adalah yang afdhal dan ashlah (lebih maslahat). Waktunya sebaiknya tidak mepet di malam lebaran apalagi setelah shalat fajr. Kecuali ditunaikan pada waktu yang cukup longgar, juga diamanatkan kepada ‘amilin yang formal dan melembaga (BAZ, LAZ, UPZ). Demikian itu, supaya pelaksanaan zakat fitrah efektif menggapai tuiuan ” thu’matun lilmasakin” sehingga tidak ada fakir miskin yang terlewat dan “ughnuhum ‘anil thawwafin yaumaudzin” mencukupi kebutuhan mereka di hari raya sehingga tidak perlu meminta-minta lagi. Untuk makan dengan lauk pauk serta buah. Mereka dapat membersamai para shaimun yang lain menikmati yaumul farah. Yang memang menjadi hak mereka di dunia ini. Kemudian akan diakumulasi di akhirat kelak saat berjumpa dengan Rabb mereka.
Melengkapi suka cita lebaran, sebagai bentuk syukur atas khatamnya shiyam sebulan, terdapat anjuran untuk “Tahadi wa tahani” (saling memberi hadiah dan mengucapkan selamat). Cara ini manpu menguatkan rasa saling mencintai dan meluluhkan perasaan atau ganjalan ukhuwah.
تَهَادُوا تَحَابُّوا
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR al-Bukhari)
Saling berkirim souvenir hadiah lebaran melampiri kalimat tahni’ah yang redaksinya mencakup sunah plus kearifan lokal. Orang Arab mengucap
كُلُّ عَام وَأنْتُم بِخَيْر
كُلُّ سَنَة وَأنْتُم طَيِّبُون
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ
Dan di nusantara mengucap:
Selamat Hari Raya Fitri, Mohon maaf lahir batin, Minal ‘Aidin wal faizin, Taqabbalallahu minna wa minkum.
Tidak perlu di pertentangkan antara yang datang dari para sahsbat Nabi dan yang berlangsung di masyarakat. Substansinya sama yaitu tahniah dan doa. Dan ada kelebihan budaya kita dari kebiasaan Arab. Di mana Berlebaran idil fitri berlangsung dalam kehangatan hampir sebulan. Bahkan di sebagian tempat seperti Cirebon, lebarannya dua kali. Pada 1 syawal dan selesai pekan sunnah syawal dengan lebaran ketupat. Banyak ganjalan dalam relasi sosial bisa diselesaikan. Alhamdu lillah silaturrahim direkatkan demi melaksanakan perintah takwa dalam dua sisinya: Taqwallah wa taqwal arham
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.” (QS an-Nisa: 1)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بالْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ تِلاَوَتَه فِي كُلِّ وَقْتٍ وَحِين إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. واسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِين الْمُنْعَمِين أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الَّذِى أَنْزَلَ الْقُرْآنَ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍ مُبِيْن . وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ إلَى يَوْمِ الدِّينِ .
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكَ عَلَى خَاتَمِ النَّبِيِّين سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمَبْعُوثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ .
أَمَّا بَعْدُ فَاُوصِيكُم وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللَّهِ حَقَّ تُقَاتِه وَلَا تَمُوتُنَّ إلَّا فِى سَاحَة الْإِيمَان وَالْإِحْسَان .
وَاَللَّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
اَللَّهُم سَلَّمْنَا وَالْمُسْلِمِين وَعَافِنَا وَالْمُسْلِمِين وَاكْفِنَا وَإِيَّاهُم مِنْ شَرِّ مَصَائِب الدُّنْيَا وَالدِّينِ
رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . وَآخِر دَعْوَانَا أَن الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ