Pointer Khutbah Juma’t 1444 H (Seri 111)
Tema : Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Kemaslahatan Bangsa
Penulis : KH. Dr. Surahman Hidayat, MA
إنَّ الْحَمْدَ لله الَّذِى مَنَّ عَلَى شَعْبِ أنْدُونِيسِيَا بِيَوْمٍ مِنْ أياَّمِهِ الْمُبَارَكَةِ. أشْهَدُ أنْ لاَ إلهَ إلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه. وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِى لاَ نَبِىَّ بَعْدَه
فَاللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم عَلَى نَبِىِّ الرَّحْمَة. وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وأتْبَاعِه إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة
أمَّا بَعْدُ، فَيَا أيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ اِتَّقُواالله حَقَّ تَقْوَاهُ بِاِمْتِثَالِ أوَامِرِه وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْه أدَاءً لِوَاجِبِ الشُّكْرِ عَلَى فَضْلِهِ وَمِنَّتِهِ
Khutbah Pertama
Jamaah jum’at rahimakumullah.
Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah atas limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tidak terhingga. Terutama, nikmat iman dan Islam yang menjadi modal selamat bahagia. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan alam, teladan umat manusia, Nabi Muhammad saw berikut keluarga, para sahabat, dan semua pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, tanggal 5 September menjadi momentum bersejarah yang sangat penting untuk diingat. Pasalnya pada tanggal tersebut, tepatnya tanggal 5 September 1945 Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam VIII menyatakan bahwa wilayah Keraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman bergabung dengan NKRI.
Dengan demikian, kesultanan Yogyakarta menjadi kesultanan Islam pertama yang bergabung dalam wilayah NKRI. Lalu disusul dengan sejumlah kesultanan lain yang juga menyatakan dukungan terhadap pemerintah Indonesia. Hal ini merupakan satu fakta historis yang menunjukkan sikap bijak dalam bernegara. Sebab, bergabungnya sejumlah kesultanan Islam dalam wilayah NKRI tersebut menunjukkan kesadaran dan pemahaman mendalam dari para sultan dan raja untuk mewujudkan mashalat yang lebih besar; sebuah upaya dan pengorbanan yang layak diapresiasi dan disyukuri.
Dalam sebuah kaidah disebutkan,
حَيْثُمَا تَكُونُ الْمَصْلَحَة، فَثَمَّ شَرْعُ الله
Di mana terdapat maslahat, di situ ada syariat Allah.
Maknanya, syariat datang untuk menghadirkan maslahat dan bahwa syariat ditetapkan untuk memberikan kemaslahatan bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat. Maka, ketika terdapat sebuah kemaslahatan yang nyata dan diakui, ketika itulah syariat hadir untuk mewujudkannya. Itulah yang dilakukan oleh beberapa kesultanan saat bergabung dengan NKRI. Terdapat kemaslahatan besar yang ingin mereka wujudkan.
Jamaah jum’at rahimakumullah
Dalam konteks saat ini, dalam rangka mengisi kemerdekaan, umat Islam harus tetap berada di garda terdepan dalam berjuang. Yang menjadi landasannya adalah wawasan keislaman dan wawasan kebangsaan. Nilai-nilai Islam harus diperjuangkan dalam konteks kebangsaan. Sebagaimana hal itu dituangkan oleh para tokoh pendiri bangsa ini dalam lima sila pancasila dan dalam tujuan negara seperti yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945.
Lima sila dalam pancasila sangat selaras dengan ajaran Islam. Tauhid yang merupakan inti dari sila pertama pancasila menjadi pondasi yang menjiwai keempat sila lainnya. Orang yang beragama dan bertuhan sudah pasti akan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Secara lebih detil, hal itu dijabarkan dalam tujuan bernegara seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Jamaah jum’at rahimakumullah.
Itulah kesadaran umat Islam dalam berbangsa dan bernegara. Yaitu bahwa umat Islam menjadi yang terdepan dalam berjuang mewujudkan kemaslahatan. Hal itu sesuai dengan tuntunan dan perintah Allah dalam Alquran,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَسَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Wahai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (QS al-Hajj: 77-78).
Ayat tersebut memberikan arahan kepada orang-orang beriman untuk memadukan sikap yang benar dalam berislam dan berbangsa. Sikap berislam dicerminkan oleh ketundukan kepada Allah Swt melalui rukuk, sujud, dan sejumlah ibadah. Adapun sikap berkebangsaan diwujudkan dengan melakukan berbagai kebaikan demi kemaslahatan masyarakat dan negara.
Lalu Allah menyuruh umat untuk berada di garis terdepan dalam berjuang secara sungguh-sungguh. Pasalnya, Allah telah memilih dan memuliakan umat Islam. Dia tidak memberikan beban kesulitan dan kesempitan dalam beragama. Itulah karakter dan posisi yang diberikan kepada mereka. Bahwa komitmen dan konsistensi kaum adalah syahadah, pembuktian akan ketokohan ummat Rasulullah saw dalam memerdekakan dan membangun negara bangsa sepanjang hidup bangsa ini dengan senantiasa berpegang teguh pada tali Allah, secara vertikal dan sosiak-horizontal. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan Penolong. Itulah jalan untuk merengkuh kesejahteraan umum di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
باَرَكَ الله لىِ وَلَكُم فِى اتِّبَاعِ الْحَقّ اِنَّهُ سَمِبْعٌ عَلِيْم وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا، أَمَّا بَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ
اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وشَمَاتة الأعْداَء وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً
اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ الْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر