Pointer Khutbah Juma’t 1442 H (Seri 57)
Tema : Jangan Egois dalam Situasi Krisis
Penulis : KH. Dr Surahman Hidayat, MA.
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلَّهِ جَلَّ وَعَلَا أَمَرَنَا بِالْإِيمَان وَالتَّقْوَى أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الَّذِى أَرْشَدَنَا إلَى الصّدق وَالْوَفَاء
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ الْمَبْعُوثُ رَحْمَةً لِلْبَرَاياَ . فَاللَّهُم صَلِّ وَسَلِّمْ عَل سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَكُلّ التَّابِعِيْن بِهَدْيِهِم إلَى يَوْمِ اللِّقَاء
أَمَّا بَعْدُ فَقَدْ وَصَّى اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ بِالتَّقْوَى . فَقَدْ فَازَ مَنْ اتَّقَى
Jamaah shalat jum’at yang dirahmati Allah,
Manusia adalah entitas yang Allah ciptakan sebagai makhluk sosial. Setiap diri membutuhkan keberadaan dan bantuan orang lain, entah kerabat atau tetangga. Bahkan ketika saudara sendiri sulit dihubungi karena domisili yang jauh, maka tetanggalah yang menjadi pihak pertama yang bisa diharapkan bantuannya. Karena itu, malaikat Jibril mewasiatkan supaya bersikap baik dengan tetangga. Nabi saw bersabda,
مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُوَرِّثُهُ
“Jibril alaihis salam senantiasa (terus-menerus) berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) dengan tetangga sehingga aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR al-Bukhari Muslim)
Lebih kenal, dekat, dan peduli terhadap sesama menjadi salah satu tanda seseorang lebih dekat dengan Allah. Sebab baginda Nabi saw bersabda,
وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
“Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selama ia peduli mau menolong saudaranya (yakni sesamanya). ” (HR Muslim).
Situasi pandemi saat ini mengakibatkan munculnya sejumlah kesulitan dan kelangkaan fasilitas kebutuhan keseharian. Terlebih bagi yang terpapar sakit. Belum lagi kesulitan karena berkurangnya penghasilan. Fasilitas rumah sakit bahkan sampai pada perihal pemakaman kian terbatas. Antrian mengular hingga tak tertangani secara maksimal. Dalam situasi krisis semacam itu, pesan moral dan takwa sosial dalam bentuk altruisme menjadi sangat perlu dipupuk dan dikedepankan. Yaitu semangat empati dan mau berbagi. Puncaknya adalah mendahulukan orang lain daripada diri sendiri. Dalam istilah Alquran disebut dengan “al-itsar”. Itulah jalan kebahagiaan sebagaimana yang Allah nyatakan,
وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِه فَاُولٰۤئكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS al-Hasyr: 9).
Pada posisi berlawanan terdapat sikap egoisme atau ananiah; cara pandang dan mentalitas akuisme. Hanya peduli pada diri sendiri; tidak melihat kebutuhan orang lain.
Hari-hari ini kita masih dalam masa yang sulit. Dunia masih sekuat tenaga menangani wabah yang menyebar. Pandemi telah membuat krisis yang terasa sangat menyulitkan bagi masyarakat luas. Di berbagai wilayah fasilitas medis untuk penanganan penyembuhan dan pengobatan sangat terbatas. Beberapa bahkan terisi penuh oleh pasien. Juga kebutuhan yang menjadi semakin sulit diperoleh dan langka. Seperti oksigen, obat, dan lainnya. Dampak krisis ini menggerakkan hati nurani kita untuk senantiasa peduli sesama. Saling mendukung dan mendoakan. Tolong menolong dan saling menguatkan.
Jamaah shalat jum’at yang dirahmati Allah,
Islam telah memberikan arahan untuk menjadi yang terbaik. Ada beberapa hadits yang menerangkan profil dan karakter orang yang terbaik. Di antaranya yang pertama,
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR ath-Thabrani)
Termasuk yang paling bermanfaat adalah mereka yang memiliki semangat dan memiliki kepedulian untuk memberi, membantu meringankan beban sesama.
Kemudian yang kedua,
خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang bisa diharapkan kebaikannya dan aman dari keburukannya. Dan seburuk-buruk kalian adalah yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak dirasakan aman dari keburukannya.” (HR at-Tirmidzi)
Orang yang bisa diharapkan kebaikannya adalah termasuk yang terbaik. Orang-orang punya harapan kepada mereka. Karena apabila mereka datang, akan direspon dan diterima secara baik. Kalaupun tidak bisa langsung dipenuhi, paling tidak berusaha membantu. Kalaupun juga tidak bisa membantu, minimal mengeluarkan kata-kata yang melegakan. Orang-orang yang diharapkan kebaikannya ini akan merespon sesama minimal dengan bahasa dan tutur kata menenangkan. Kemudian semampunya ia akan berusaha merealisasikan untuk manfaat orang banyak. Mereka tidak bersikap jelek ataupun buruk kepada orang lain.
Kriteria anfa’uhum lin naas (bermanfaat bagi orang lain) tentu tataran tertingginya adalah sikap itsar atau altruisme. Mendahulukan yang lain dan menangguhkan untuk diri sendiri karena rasa persaudaraan dan kebersamaan.
Sebaliknya, sikap ananiyah atau egoisme hanya mementingkan diri sendiri tidak peduli dengan yang lain. Padahal berada dalam masa dan ruang kesulitan yang sama.
Secara psikologis, ada dua karakter dari ananiyah. Pertama, tidak menyadari bahwa yang ia miliki adalah amanah dari Allah Swt untuk semua; bukan hanya untuk diri sendiri melainkan untuk kebaikan semua. Allah titipkan kepada dirinya untuk bisa diteruskan kepada yang lain. Agar menjadi pihak yang tangannya di atas; bukan di bawah. Kedua, ia kurang menyadari bahwa orang lain membutuhkan. Ia kurang bahkan tidak memiliki sifat sensitif. Karena yang ada dalam benaknya hanya dirinya seorang.
Lebih dari itu, sifat orang egois memiliki karakter eksploitatif. Posisi ataupun kesempatan yang ada pada dirinya ia eksploitir. Sehingga peluang-peluang yang ada untuk orang banyak ia eksploitasi untuk pribadi. Termasuk misalkan memborong bahkan menimbun barang-barang kebutuhan umum dieksploitasi karena ia memiliki kelebihan waktu dan dana di masa pandemi seperti saat ini. Yang paling parah adalah sampai menzhalimi orang lain. Hak orang lain dirampas dan diambil dengan cara menzhalimi dan mengganggu (az-zhulm wa al-I’tidaa’) hanya demi kepentingan diri semata.
Jamaah jum’at yang dirahmati Allah,
Dalam situasi seperti saat ini, sudah sepatutnya kita menjadi sosok terbaik. Yaitu menjadi bermanfaat bagi manusia yang diharapkan kebaikannya serta aman dari keburukannya. Serta menjauhi sifat ananiyah (egois). Semoga Allah menjadikan kita hambanya yang bisa memberi banyak manfaat kepada.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِمَا جَاءَ فِي الْقُرْآنِ وَسُنَّةِ النَّبِيِّ الْكَرِيم وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ تِلاَوَتَه فِي كُلِّ وَقْتٍ وَحِين إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. واسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِق وَالْبَشَر . فَاللّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِك عَلَى النَّبِىّ الْمُخْتَار وَعَلَى آلِهِ الْأَطْهَار وَأَصْحَابِه الْأَغْيَار . أَمَّا بَعْدُ فَأُوصِيْكُم وَإيَّاي بِتَقْوَى اللَّهِ فِى اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ . وَفِى الْعَلَن وَالْإِسْرَار . وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ فَصَلُّوا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا كَثِيرًا
اَللَّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
اللّهُمّ إناَّ نَسألُكَ رَحْمَتَكَ، وَاجْعَلْنا من عِبادِكَ الْمُحْسِنِين.
اَللَّهُم سَلَّمْنَا وَالْمُسْلِمِين وَعَافِنَا وَالْمُسْلِمِين وَاكْفِنَا وَإِيَّاهُم مِنْ شَرِّ مَصَائِب الدُّنْيَا وَالدِّينِ
رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . وَآخِر دَعْوَانَا أَن الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين