Pointer Khutbah Juma’t 1442 H (Seri 35)
Tema : Ikhlas Landasan Perjuangan Kami
Penulis : KH. Dr. Surahman Hidayat, MA.
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الَّذِى أَمَرَنَا بِعِبَادَتِه مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ أَشْهَدُ أَنْ لاَإلهَ إلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِينُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ الصّادِقُ الْوَعْد الْأَمِين فَاللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكَ عَلَى صَفْوَةِ اللَّهِ عَلَى الْخَلْقِ أَجْمَعِينَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّينِ أمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ فِى السِّرّ والعلن فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُون
Jamaah jum’ah rahimakumullah!
Mari senantiasa bersyukur kepada Allah al-Mun’im, Zat Maha Pemberi nikmat. Nikmat yang paling besar setelah iman adalah nikmat ikhlas. Jika Iman membawa kepada taqwa, ikhlas membangun kualitas ibadah dan takwa kita kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya,
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS al-Bayyinah: 5)
Hujjatul Islam, Abu Hamid al-Ghazali, mengilustrasikan ikhlas sebagai jiwa dari struktur ibadah yang terdiri dari syarat dan rukun. Tanpa ikhlas sebagai jiwanya, maka ibadah kita hanya kerangka bak tulang-belulang. Untuk menyebut ikhlas terdapat banyak istilah yaitu:
لله. لوجه الله. رضا الله .فى سبيل الله.اعلاء كلمات الله. محبة الله. شكر الله.
Adapun gambaran ikhlas yang lebih operasional adalah:
Bahwa seorang muslim dalam setiap kata perbuatan dan perjuangannya di medan apapun niatnya semata mencari ridha Allah dan pahala dari-Nya, tanpa terselip motif kekayaan, penampilan, pangkat, gelar, dan sebutan. Ia tidak terpengaruh oleh kemajuan atau keterbelakangan. Dengan itu ia menjadi tentara akidah dan cita. Visi misi perjuangannya Islam.
Karena itu, ikhlas adalah unsur kekuatan dalam amal ibadah dan kesalehan sosial yang berkeadaban. Selain itu, ikhlas adalah faktor paling menentukan bagi diterimanya amal, berpahala atau tidak.
Dalam hikam para ulama, Ibnu Asakir mengutip perkataan syekh Dzunnunul Mishri yang intinya: Manusia terancam celaka jika tanpa ilmu. Yang berilmu celaka jika tanpa amal. Yang beramal pun rawan celaka jika tanpa keikhlasan. Di posisi teratas, keikhlasan masih dalam bahaya jika tidak disertai al-shidqu (kejujuran). Sampai keikhlasan itu menjadi habit dan karakter. Pada posisi ini dengan terus bertaqarrub dan bersandar secara intens kepada Allah, orang ikhlas (mukhlish) naik kelas dan gelar menjadi “mukhlash“; sebuah posisi yang imun yang tidak mempan digoda syetan dan iblis laknatullah. Sebagaimana sumpah iblis semacam pakta yang dikukuhkan dalam al Quran,
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis menjawab, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas (diberi keikhlasan) di antara mereka.” Allah berfirman, “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan.” Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. (QS Shad: 82-85)
Posisi “mukhlashin” memang tangguh. Ia adalah posisi para Nabi dan Rasul. Posisi yang dibangun dengan kokoh dari dua arah: Di satu sisi mereka bermujahadah untuk senantiasa mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah. Di sisi lain, Allah memilih mereka untuk Dzat-Nya. Siapa yang dipilih Allah, maka ia berada dalam lindungan dan rahmat-Nya. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Yusuf as pada QS 12 ayat 29:
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِه وَهَمَّ بِهَا لَوْلَآ اَنْ رَّاٰى بُرْهَانَ رَبِّه كَذٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوْۤءَ وَالْفَحْشَاۤءَ اِنَّه مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِيْنَ
“Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepada perempuan itu sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang mukhlas (diberi keikhlasan)” (QS Yusuf: 24)
Begitu agung dan kuat posisi mukhlashin. Tahan banting oleh talbis iblis. Tidak tertutup bagi selain Nabi Yusuf as untuk meraihnya. Sebab Alquran menyebut dengan من المخلصين (termasuk hamba Kami yang mukhlas); bukan المخلص. Seorang mukmin haruslah memulai dari posisi mukhlishin. Yaitu dengan membersihkan tauhid kita dari hal-hal yang menodainya: Yaitu syirik, riya atau sum’ah, mahmadah, kibir, i’jab, dan motif atau kepentingan apapun selain Allah.
Prinsipnya adalah الا الله. احد احد (Hanya Allah semata)
Dengan membiasakan ikhlash, disertai sikap raja, niscaya Allah akan membimbingnya sampai ke posisi mukhlashin.
Dengan posisi “mukhlish” saja, terdapat 4 keutamaan yang bisa diperoleh. Yaitu Tsabat dalam menetapi amal ibadah vertikal dan kesalihan sosial; ketenangan batin, penerimaan oleh Allah atas amalnya; dan penerimaan dari masyarakat ( akseptabilitas) terkait ajakan dan dakwahnya.
Mari kita menjaga keikhlasan dengan menegaskan di hati
اللهم لك وبك وعلى رزقك
(Ya Allah, hanya untuk-Mu, dengan pertolongan-Mu, dan atas karunia-Mu)
Ini seperti ucapan saat berbuka puasa.
Atau,
اللهم هذا منك ولك فتفبل منى ومن فلان
(Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu. Terimalah dariku dan dari fulan)
sebagaimaba ketika menyembelih hewan kurban.
جعلنا الله من عباده المخلصين والمستغفرين إنه هو الغفور الرحيم
Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-Nya yang diberi keikhlasan dan yang tekun meminta ampunan. Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
أَنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ وَنُصَلِّي وَنُسَلِّم عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ وَالاَه
أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِي لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ
وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ اتَّبَعَ هُدَاهُم إلَى قِيَامِ السَّاعَةِ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُو اللَّه حَقَّ تَقْوَاه فَقَدْ فَازَ مَنْ اتَّقَى
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
اللَّهُمَّ سَلِمْنَا وَعَافِنَا وَإيَّاهُم مِنَ الأمْرَاضِ وَالوَبَاء وَالْفِتَن مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْن
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.