Pointer Khutbah Iedul Fitri 1442 H (Seri 48)
Tema : كونوا ربانيين ولا تكونوا رمضانيين
Penulis : KH. Dr. Surahman Hidayat, MA.
9xاللَّهُ أَكْبَرُ
لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الَّذِى مَنَّ عَلَيْنَا بِشَهْرِ رَمَضَانَ وَوَفَّقَنَا لِصِيَامِه لِنَكُون مِنَ الْمُتَّقِينَ . أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ شَهِدَ أَنَّهُ لَا إلَهَ إلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ ,وَأولُو الْعِلمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لا اله إلاَّ هو الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ . وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِى بَعَثَهُ اللَّهُ خَاتِمَة لِلرِّسَالَة وَرَحْمَة لِلبَشَرِيَّة أَجْمَعِين .
فَاللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِىّ الْعَظِيمِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِينَ سَارُوا عَلَى هَدْيِهِ وَنَهْجه سَوَاء كَانُوا مِنْ أَصْلِ الْعَرَبِ أَوْ الْعَجَمِ
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ ، أُوْصِى نَفْسِى وَإِيَّاكُم بِتَعْزِيزِ مَعَانِى التَّقْوَى وَتَرْقِيَة مُسْتَوَاهَا لِنَيْل الْفَوْز الْمُبِين
Kaum muslimin dan muslimat, jamaah shalat ied rahimakumullah!
Allahu Akbar 3x walillahilhamd
Mari kita mulai kata dan karya hari ini dengan basmalah dan hamdalah. Bahwa kita mengawali hari baru bulan baru 1 syawal 1442 H atas berkat rahmat Allah Swt dalam suasana bahagia serta sehat wal afiat. Melebihi apa yang digambarkan dalam sabda Nabi saw untuk disyukuri,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُم آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ طَعَام يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya, diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pada hari itu, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR al-Bukhari).
Di atas itu semua adalah bahwa kita telah mengkhatamkan paket ibadah Ramadhan tahun ini: menamatkan puasa, menuntaskan qiyam, mengkhatamkan Alquran, menunaikan zakat dan memberikan kepedulian terhadap yatim dan fakir miskin. Satu penyempurnaan yang segera akan kita lakukan adalah shilatul arham dengan cara yang mampu kita lakukan dalam kondisi serba terbatas. Karena itu kita memohon untuk mendapatkan hadiah farhataini (dua kegembiraan) yang dijanjikan sebagaimana sada Nabi saw
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
“Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiaran ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya,” (HR Muslim).
Allahu Akbar 3 x walillahilhamd.
Selama sebulan penuh dengan planing dan program ibadah Ramadhan untuk lebih baik dari tahun lalu. Lalu memprosesnya dengan penuh mujahadah dan mudawamah (konsisten) dengan harapan dapat meraih peringkat takwa yang lebih tinggi sebagai output. Maka, pada etape berikutnya adalah menghadirkan out come, berupa sosok muttaqin rabbani yang positif dan kontruktif bagi kehidupan.
Para ahli tafsir seperti al Thabari dan Ibnu Katsir mengungkapkan: Pribadi rabbani merupakan hasil dari pendidikan Ramadhan yang membersamai Alquran, mengkaji dan nengajarkannya (Ali Imran: 79). Ia melebur dalam ubudiah kepada Rabbnya lewat shiyam dan qiyam. Keduanya bersama Alquran akan mendapat tugas dari Allah untuk memberi syafaat kepada para shaimin di akhirat kelak.
Pribadi rabbani mempunyai relasi “ta’alluq wa takhalluq” terhadap Rabbunnas, Allah Swt. Dalam istilah al-Ghazali. Sebuah keterpautan fikir dan dzikir yang total. Aktualisasinya terwujud dalam “takhalluq” penghambaan berakhlak yang bersifat total pula. Tidak parsial atau marjinal. Sebagaimana teguran dalam Alquran,
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعْبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُۥ خَيْرٌ ٱطْمَأَنَّ بِهِۦ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةَ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ
Di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu. Namun jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (QS al-Hajj: 11).
Berlainan halnya dengan pribadi rabbani yang menunjukkan totalitas ubudiah. Ia selamat dari jebakan kesenangan duniawi yang menipu. Allah selamatkan dan muliakan ia untuk menjadi pemenang.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ ٱلْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدْخِلَ ٱلْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS Ali Imran: 185)
Pribadi rabbani dengan akses dan ta’alluq-nya kepada Allah yang bersifat total itu menempatkannya pada level tertinggi dari tiga peringkat:
Pertama, peringkat ta’aluq makhluk dengan Khalik. Allah berfirman:
يَٰأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلْفُقَرَاءُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلْغَنِىُّ ٱلْحَمِيدُ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ
“Wahai manusia, kalian selalu membutuhkan Allah. Akan tetapi Allah Maha Kaya (sama sekali tidak membutuhkan ketaatan para hamba-Nya) dan Maha Terpuji. Jika Allah menghendaki kalian lenyap, maka kalian dilenyapkan, kemudian kalian diganti dengan makhluk yang baru. Hal itu tidaklah sulit bagi Allah” (QS Fathir : 15-17)
Relasi dan ta’alluq-nya kepada Allah hanya pada saat ia butuh atau fakir. Itupun tidak sedikit para fuqara yang tidak rajin meminta kepada Yang Maha Kaya sebelum atau sesudah berusaha nencari sesuap nasi.
Kedua: relasi ta’alluq abid (hamba) dengan al-Ma’bud. Hal itu tergambar dalam sayidil istigfar:
لاَ إلهَ إلاَّ أنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ
“Tiada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu. Aku akan berusaha memenuhi janjiku kepada-Mu sekuat tenagaku” (HR al-Bukhari)
Ketiga: Relasi ta’alluq sebagai jundi dengan al-Malik (Raja Diraja).
وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Fath: 7)
Allah mempunyai bala tentara di langit berupa para malaikat yang selalu siap siaga. Dalam pada itu Dia setiap waktu membuka pendaftaran untuk merekrut tentaranya di bumi. Tupoksinya jelas, yaitu:
لِّتُؤْمِنُوا بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama-)Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS a-Fath: 9)
Imbalannya adalah :
إِن تَنصُرُوا ٱللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad: 7)
Kalimat “yutsabbit aqdamakum” adalah penegasan jaminan untuk mengokohkan posisi-posisi siapa yang nenolong agama Allah dan marwah Rasul-Nya, baik posisi militer, politik, sosial maupun ekonomi dan keuangan. Karenanya dinyatakan dengan kalimat jama’ (plural)
Allahu Akbar 3x walillahil hamd.
Berkat relasi ketergantungan yang total kepada Allah, pribadi rabbani tampil sebagai pribadi yang shiddiq, senatiasa jujur. (QS at-Taubah: 119) Jujur terhadap Allah dan Rasul-Nya serta jujur terhadap sesama. Karena ia jujur dengan dirinya. Kejujuran Abu Bakar al-shiddiq dan Khuzaimah binTsabit (shahib syahadatain) merupakan contoh kejujuran terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Adapun jujur kepada sesama merupakan kunci kebajikan. Rasulullah saw bersabda,
إنَّ الصِّدقَ يَهْدِي إِلَى البرِّ ، وإنَّ البر يَهدِي إِلَى الجَنَّةِ
“Jujur mengantar pada kebajikan. Dan kebajikan mengantar kepada surga.” (Muttafaq alayh)
Maka pintu kebaikan keberhasilan suatu masyarakat adalah keberhasilannya dalam memilih orang-orang jujur sebagai pengurus dan pejabat. Akan tetapi jika masyarakat tidak mampu memilih orang-orang jujur, ada warning dari kanjeng Nabi saw,
وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً
“Jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena sesungguhnya dusta itu mengantar pelakunya kepada keburukan, dan keburukan itu mengantar kepada api Neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.”
Keadaannya akan makin parah manakala mereka yang terpilih itu minus kejujuran, namun pandai dan cerdas secara intelektual. Maka kepandaiannya akan dijadikan alat secara destruktif dan korup. Tanda-tanda awal sebagai signal pribadi orang yang mengidap atau terpapar ketidakjujuran adalah kegemaran berbasa- basi dan pencitraan. Sedangkan pribadi yang jujur lebih memilih substansi.
Sikap pribadi yang jujur selalu setia, serta mempunyai sikap jundiyah (keprajuritan) terhadap tupoksi. Sikap dasarnya digambarkan Alquran سمعنا واطعنا غفرانك.
Ia memiliki kesadaran akan akuntabilitas di akhir tugas disertai kedekatan dengan Allah; Sang Raja Diraja. Ia senantiasa memohon bimbingan serta pertolongan-Nya. Al Quran mengungkapkan dengan indah,
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَا أَنتَ مَوْلنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِينَ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami keliru. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS al-Baqarah: 286)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بالْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ تِلاَوَتَه فِي كُلِّ وَقْتٍ وَحِين إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. واسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
اللهُ أكْبَر اللهُ أكْبَر اللهُ أكْبَر اللهُ أكْبَر اللهُ أكْبَر اللهُ أكْبَر اللهُ أكْبَر وَلِلّهِ الْحَمْد
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
اَلَّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنا الّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إلَينَا الإيمَانَ، وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوبِنَا، وَكَرِّهْ إلَينَا الكُفْرَ وَالفُسُوقَ وَالعِصْيَانَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِينَ
اَللَّهُم سَلَّمْنَا وَالْمُسْلِمِين وَعَافِنَا وَالْمُسْلِمِين وَاكْفِنَا وَإِيَّاهُم مِنْ شَرِّ مَصَائِب الدُّنْيَا وَالدِّينِ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ