Narasumber : KH. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc
وَاِ نِّيْ خِفْتُ الْمَوَا لِيَ مِنْ وَّرَآءِيْ وَكَا نَتِ امْرَاَ تِيْ عَا قِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّا
يَّرِثُنِيْ وَيَرِثُ مِنْ اٰلِ يَعْقُوْبَ ۖ وَا جْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
“Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Ya’qub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
(QS. Maryam: 5-6)
• Melalui doanya ini Nabi Zakaria alaihis salam mengajarkan kepada kita pentingnya mewariskan perjuangan dakwah (توريث العمل الدعوي). Karena umur manusia terbatas sedangkan perjuangan menyampaikan dan menegakkan ajaran-ajaran Allah harus terus dilakukan sepanjang zaman.
• Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Nabi Zakaria as tidak sedang meminta pewaris yang mewarisi harta, karena Nabi Zakaria as hanya berprofesi sebagai tukang kayu dan tidak punya banyak harta. Tetapi Nabi Zakaria as ingin agar diantara anak keturunannya ada yang mewarisi nilai-nilai kenabian yang telah diperjuangkannya. Karena harta yang ditinggalkan para Nabi tidak berhak diwarisi tetapi menjadi sedekah. Sabda Nabi saw:
لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ
“Kami tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah.” (Bukhari 2862)
• Demikian pula Nabi Ibrahim as juga memikirkan hal yang sama lalu mengungkapkannya dalam doanya kepada Allah:
وَا جْعَلْ لِّيْ لِسَا نَ صِدْقٍ فِى الْاٰ خِرِ يْنَ
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,” (QS. Asy-Syu’ara’: 84)
• Demikian pula Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam berbagai sabdanya, diantaranya sabda Nabi saw yang disampaikan pada saat haji wada’ (perpisahan):
لِيُبَلِّغ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مِنْهُ
“(Maka) hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena orang yang hadir semoga dapat menyampaikan kepada orang yang lebih paham darinya”. (Bukhari 65)
• Ustadz Fathi Yakan dalam salah satu tulisannya menjelaskan urgensi taurits amal da’awi ini:
“Tidak melaksanakan prinsip “taurits” berarti akan selalu mengalami kebangkrutan, tidak pernah mencapai kemajuan, dan tidak pernah bisa belajar dari berbagai pengalaman dan kesalahan. Disamping akan selalu memulai perjuangan dari nol, menyia-nyiakan waktu dan jerih payah yang telah dikerahkan”.
• Betapapun besar dan banyaknya kader dakwah yang dimiliki oleh sebuah organisasi dakwah, bila proses regenerasi dan pewarisan perjuangan dakwah kepada generasi berikutnya tidak berjalan atau stagnan maka di suatu saat roda perjuangan organisasi dakwah tersebut pasti terhenti dan tidak bisa melanjutkan perjuangannya•
• Tentu hal ini menjadi kerugian besar bagi umat Islam, disamping akan dipertanyakan Allah kepada generasi yang paling bertanggungjawab atas pewarisan ini, kenapa tidak dilakukan proses regenesai dan pewarisan sebagaimana mestinya.
• Karena itu, masalah regenerasi dan pewarisan harus mendapat perhatian besar dan utama di setiap organisasi dakwah. Perhatian untuk meningkatkan dan membangun kwalitas para kader dakwah dan proses regenerasi harus lebih besar dari perhatian untuk membangun gedung dan fisik. Bahkan berhak mendapat anggaran lebih besar dari semua proyek fisik yang ada. Aset dalam bentuk kader-kader dakwah jauh lebih mahal dan lebih berharga dari aset gedung dan fisik lainnya.