Urgensi Mengendalikan Syahwat

Narasumber : KH. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc

فَخَلَفَ  مِنْۢ  بَعْدِهِمْ  خَلْفٌ  اَضَا عُوا  الصَّلٰوةَ  وَا تَّبَعُوا  الشَّهَوٰتِ  فَسَوْفَ  يَلْقَوْنَ  غَيًّا

“Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan sholat dan mengikuti syahwatnya, maka mereka kelak akan tersesat,” (QS. Maryam: 59)

• Syahwat artinya keinginan, baik terhadap harta, jabatan, kedudukan, dunia, seks, kekuasaan, kepemimpinan atau lainya yang digandrungi nafsu manusia. Jika tidak terkendali biasanya ditempuh dengan cara-cara yang haram dan merusak moral.

• Ayat ini memperingatkan bahaya selalu memperturutkan syahwat. Bisa mengakibatkan kesesatan dan kehinaan.

• Orang yang tidak bisa mengenadlikan syahwatnya tercela secara agama dan akal sehat.

• Secara agama, dia berdosa dan akan tersesat jauh dalam kehidupan ini.

• Secara akal sehat, dia tidak cerdas. Karena lebih mementingkan kesenangan sesaat dari kesengsaraan berkepanjangan atau selama-lamanya. Ia bodoh karena bertindak tanpa berkonsultasi kepada akal sehatnya. Sekiranya berkonsultasi, pasti akal sehatnya menyuruhnya mempertimbangkan kemaslahatan dan kesenangan yang abadi di akhirat.

• Syahwat harus dikendalikan, karena semakin diperturutkan semakin bertambah besar dan terus mencari pelampiasan.

• Sekiranya seseorang diberi harta sebanyak harta Karun dan kekuasaan Fir’aun pasti tidak pernah merasa terpuaskan.

• Bersabar menahan dan mengendalikan syahwat lebih mudah dan lebih ringan ketimbang bersabar menanggung pedihnya akibat atau konsekwensi memperturutkan syahwat.

• Berikut ini kisah yang disampaikan oleh Ibnu al-Jauzi dan Ibnu Katsir di dalam salah satu kitabnya. Semoga bisa menjadi pelajaran dan renungan:

• Di Baghdad ada seorang yang dikenal soleh bertugas sebagai muadzin. Ia sudah menjalani tugasnya selama 40 tahun.

• Di suatu hari ia naik ke atas menara untuk mengumandangkan adzan. Saat turun, ia melihat seorang wanita nasrani yang tinggal di sebelah masjid. Ia tergoda oleh wanita tersebut dan berhasrat kuat kepadanya lalu mendatangi rumahnya dan mengetuk pintunya.

• Wanita itu bertanya, ‘Siapa?’ Sang muadzin menjawab, saya si tukang adzan di masjid sebelah.

• Setelah pintu dibuka, ia masuk rumah dan langsung memeluk wanita tersebut. Wanita itu mengingatkan, ‘Kamu orang yang pandai menjaga amanah selama ini kenapa kamu lakukan pengkhianatan ini?’ Ia menjawab, ‘Jika tidak mau mengikuti keinginanku aku akan membunuhmu’.

• Wanita itu berkata, ‘Saya mau dengan syarat kamu harus keluar dari agamamu’. Muadzin itu langsung memperturutkan seraya berkata, ‘Saya berlepas diri dari Islam dan ajaran yang dibawa Muhammad’. Kemudian ia mendekati wanita tersebut.

• Wanita ini berkata, ‘Kamu mengatakan itu hanya untuk bisa melampiaskan keinginanmu kemudian kamu akan kembali lagi kepada agamamu. Makanlah daging babi ini dan minumlah khamar ini’. Ia pun memakan daging babi dan minum khamar.

• Setelah minuman khamar itu mempengaruhi akalnya, ia mendekati wanita itu tetapi wanita ini masuk ke rumah dan mengunci pintunya lalu berkata, ‘Naiklah ke rooftop (sutuh) hingga bapakku datang untuk menikahkanmu denganku’.

• Ia pun naik tetapi kemudian jatuh dari rooftop hingga mati.

• Saat bapaknya datang, wanita itu menyampaikan ceritanya. Lalu sang bapak pun membungkus mayatnya dan membuangnya di tempat sampah di malam hari. (Dzammul Hawa, hal. 409)

• Ibnu Katsir (di dalam al-Bidayah 11/64) menyebutkan diantara peristiwa yang terjadi pada tahun 278 H, ada seorang mujahid bernama Abduh bin Abdur Rahim. Ia pernah berkali-kali ikut jihad di berbagai negeri Romawi.

• Di saat kaum muslimin sedang mengepung suatu kota dalam satu peperangan, ia melihat seorang wanita Romawi di dalam benteng musuh, lalu ia berkirim surat kepadanya, ‘Bagaimana caranya saya bisa sampai kepadamu?’ Wanita itu menjawab, ‘Masuklah agama kristen dan naiklah kemari’. Kemudian mujahid ini pun melakukannya.

• Peristiwa ini membuat kaum muslimin shock dan bersedih, bagaimana orang yang telah berjihad bertahun-tahun di medan jihad bisa melakukan hal tersebut..

• Beberapa tahun kemudian, kaum muslimin melihatnya sedang bersama wanita tersebut di benteng yang sama, lalu ditanyakan kepadanya, ‘Bagaimana dengan hafalan Quranmu? Bagaimana dengan ilmumu? Bagaimana dengan puasamu? Bagaimana dengan jihadmu? Bagaimana dengan shalatmu?’ Ia menjawab, ‘Semuanya hilang dari ingatanku kecuali firman Allah:

رُبَمَا  يَوَدُّ  الَّذِيْنَ  كَفَرُوْا  لَوْ  كَا نُوْا  مُسْلِمين
ذَرْهُمْ  يَأْكُلُوْا  وَيَتَمَتَّعُوْا  وَيُلْهِهِمُ  الْاَ مَلُ  فَسَوْفَ  يَعْلَمُوْنَ

“Orang kafir itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan, sekiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya)”. (QS. Al-Hijr: 2-3)

• Dua peristiwa di atas, juga yang lainnya, mengingatkan urgensi tarbiyah ramadhan dalam kehidupan kita.

• Semoga Allah menyelamatkan iman kita semua. Semoga tarbiyah Robbaniyah melalui ibadah puasa di bulan ramadhan ini menjadikan kita mampu dan kuat mengendalikan syahwat, dengan iman yang makin kuat serta pemahaman dan pengamalan Islam yang makin baik.