Ta’ammulat Qur’aniyah
Oleh: KH Aunur Rofiq Saleh Tamhid, Lc
فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ ۙ فَزَا دَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا ۚ وَلَهُمْ عَذَا بٌ اَلِيْمٌ ۙ بِۢمَا كَا نُوْا يَكْذِبُوْنَ
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih karena mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 10)
Penyakit hati adalah kerusakan yang terjadi pada hati hingga merusak persepsi dan keinginannya. Ia mempersepsi sesuatu dengan berbagai syubhat (kerancuan) yang dialaminya hingga tidak bisa melihat kebenaran, atau melihat kebenaran secara terbalik, hingga yang benar dianggap salah dan yang salah dianggap benar. Kawan dijadikan lawan, musuh dijadikan teman setia. Timbangan kehidupannya sudah rusak.
Demikian pula terjadi kerusakan pada keinginannya hingga membenci kebenaran yang bermanfaat dan mencintai kebatilan yang berbahaya. Ia membenci dan menyerang agamanya sendiri dan membela mati-matian ajaran orang lain. Ia tidak lagi mengenal halal dan haram, benar dan salah.
Karena itu sebagian ahli tafsir kadang menafsirkan kata “penyakit” di dalam ayat di atas dengan keraguan dan kebimbangan. Kadang menafsirkannya dengan syahwat (keinginan) melakunan zina. Firman Allah:
فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ
“… sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya…” (QS. Al-Ahzab: 32)
Orang sakit merasa terganggu oleh sesuatu yang ringan yang tidak dirasakan sebagai gangguan oleh orang yang sehat. Ia tidak kuat dengan ajaran kebenaran yang paling ringan sekalipun, apalagi mendengar kata jihad bisa pingsan, karena kelemahannya akibat penyakit yang diidapnya. Ia kepanasan melihat wanita beriman menutup auratnya dan menuduhnya radikal dan ancaman bagi negara. Ia ketakutan (paranoid) melihat orang-orang beriman berkumpul mengadakan kajian agama bahkan sekedar shalat berjamaah.
Penyakit secara umum melemahkan orang yang sakit hingga kekuatannya melemah dan tidak bisa melakukan sesuatu yang dilakukan oleh orang yang kuat.
Hati yang sakit lebih ringan dari hati yang mati. Hati bisa mati karena kebodohan yang berlapis-lapis (berat) dan syahwat liar yang terus diperturutkan. Hati bisa sakit karena sebagian kebodohan. Jadi, hati bisa sakit dan mati. Juga bisa hidup dan sembuh. Hidup, mati, sehat dan sakitnya hati lebih berat urusannya dari hidup, mati, sehat dan sakitnya badan.
Karena itu, hati yang sakit jika terkena syubhat (kerancuan) atau mendapat umpan syahwat maka sakitnya bertambah parah. Jika memperoleh hikmah dan nasehat bisa sembuh dan sehat. Firman Allah:
لِّيَجْعَلَ مَا يُلْقِى الشَّيْطٰنُ فِتْـنَةً لِّـلَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ وَّا لْقَا سِيَةِ قُلُوْبُهُمْ ۚ وَ اِنَّ الظّٰلِمِيْنَ لَفِيْ شِقَا قٍۢ بَعِيْدٍ
“Dia (Allah) ingin menjadikan godaan yang ditimbulkan setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan orang yang berhati keras. Dan orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang jauh,” (QS. Al-Hajj: 53)
Karena hati mereka sangat lemah akibat penyakit yang ada di dalamnya maka godaan setan itu bisa menimbulkan fitnah dalam hidup mereka hingga menjadi keras.
Hati yang sehat tidak tergoda oleh wanita dan harta yang menggodanya, tetapi hati yang sakit cenderung kepada godaannya karena kelemahan akibat penyakit syahwat dan rakus yang mendominasi. Ia mudah menelan umpan lawan yang mengajak memusuhi kawan, karena penyakit syubhat yang membutakan mata hatinya.
Penyakit hati bisa diobati dengan al-Quran. Karena al-Quran menyembuhkan penyakit yang ada di dalam dada. Di dalam al-Quran ada obat bagi syubhat dan syahwat. Syaratnya, pemilik hati yang berpenyakit harus menyadari dirinya sedang sakit dan berobat dengan al-Quran. Atau ada orang lain yang menyadarkannya bahwa dirinya sedang sakit dan perlu berobat.
Jika tidak segera diobati dan terus diperturutkan maka penyakit hati ini semakin bertambah dan mengeras hingga sulit diobati karena mungkin sudah mati, sebagaiman disebutkan ayat di atas. Na’udzu billahi min dzalika.