Optimalisasi Amal Saleh

Oleh: KH. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc

فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahf: 110)

• Selama pandemi ini hampir setiap hari kita mendengar berita kematian saudara-saudara kita, baik yang kita kenal atau tidak.

• Semoga berita kematian yang demikian “gencar” membuat kita semua ingat akan kematian lalu mendorong kita menyiapkan diri menghadapi berbagai persitiwa dan proses yang pasti akan kita hadapi setelah kematian.

• Ayat ini mengingatkan pentingnya mengingat kematian bahkan mengharap pertemuan dengan Allah. Orang yang telah mencapai tingkatan “mengharap pertemuan dengan Tuhannya”, tidak takut menghadapi kematian karena telah menyiapkan diri menjalani semua proses yang akan dihadapi setelah kematian. Seseorang takut dengan kematian karena belum siap menghadapi semua proses yang akan dihadapinya pasca kematian, terutama pertanggungjawaban seluruh amal perbuatan dan bekal amal yang minim.

• Ayat ini menyebutkan manfaat atau buah utama mengingat kematian. Yaitu bisa mendorong seseorang untuk melakukan optimalisasi amal saleh.

• Karena kematian datang kapan saja tanpa pemberitahuan, seharusnya hal ini mendorong seseorang untuk memanfaatkan apa saja yang dimilikinya untuk melakukan amal saleh, tanpa menunda-nunda.

• Bila punya harta, ia harus bersegera memanfaatkan hartanya untuk beramal saleh. Bila punya jabatan dan kedudukan, ia harus memanfaatkan kedudukan dan jabatannya untuk beramal saleh, memajukan Islam dan kaum muslimin. Tidak berfikir untuk dua atau tiga periode karena dia tidak bisa memastikan kapan kematian akan menjemputnya. Berfikir tentang dua atau tiga periode itu hanya cara setan agar sang pejabat menunda-nunda amal saleh. Apa yang ada di tangan sekarang ini saja manfaatkan untuk memperbanyak amal saleh karena bisa jadi kematian menjemput di tengah masa jabatan atau di tengah mengelola harta yang melimpah.

• Bila punya ilmu, ia harus segera mengamalkannya tanpa menunggu lulus sarjana atau S3 dan lainnya. Karena ia tidak tahu kapan ajal menjemputnya.

• Karena proses setelah kematian memerlukan bekal yang cukup sedangkan bekal yang sangat diperlukan hanya “amal saleh”, maka ia harus bisa melakukan optimalisasi amal saleh dengan semua apa yang dimilikinya, baik ilmu, waktu, tenaga, pikiran, harta, jabatan, ketokohan dan lainnya.

• Orang yang tidak mengingat kematian dan menyiapkan diri untuk menghadapi semua proses pasca kematian akan tergilas arus dunia dan terbawa hanyut angan-angan duniawi yang menjanjikan ketenangan palsu hingga melupakan ayat-ayat Allah. Bahaya ini diisyaratkan Allah dalam ayat-Nya:

اِنَّ  الَّذِيْنَ  لَا  يَرْجُوْنَ  لِقَآءَنَا  وَرَضُوْا  بِا لْحَيٰوةِ  الدُّنْيَا  وَا طْمَاَ نُّوْا  بِهَا  وَا لَّذِيْنَ  هُمْ  عَنْ  اٰيٰتِنَا  غٰفِلُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan (kehidupan) itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami,” (QS. Yunus: 7)