Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc
Ayat yang sangat popular di hari-hari belakangan ini adalah ayat 21 surat Al Ahzab.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا – سورة الأحزاب: 21
Mungkin banyak yang tidak tahu kalau ayat ini dari sebab turunnya memiliki latar belakang perang. Sebagaiman nama suratnya; Al-Ahzab yang di dalamnya banyak bercerita tentang salah satu perang yang fenomenal, yaitu perang Ahzab. Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini adalah perang yang sangat berat. Kaum kafir berkolaborasi dan bersekutu menghimpun kekuatan untuk menghabisi kekuatan kaum muslimin di Madinah, karenanya dikatakan ‘ahzab’ (sekutu). Maka untuk menghadapinya Rasulullah dan para sahabatnya membuat parit besar di perbatasan kota Madinah. Karenanya perang ini juga dinamakan perang Khandaq (parit).
Jadilah Rasulullah saw berhari-hari bahu membahu dengan para sahabat lainnya menggali parit dalam suasana yang sangat berat. Sementara itu, orang-orang munafik terlihat enggan ikut bersama kaum muslimin, maka dengan alasan di tempat tersebut tidak ada tempat berteduh dan rumah mereka tidak ada yang menjaga, mereka ‘mlipir’ tidak mau ikut menggali parit bersama kaum muslimin (QS. Al-Ahzab: 13). Dalam kontek inilah Allah turunkan ayat tersebut.
Para ulama menyatakan bahwa ayat ini merupakan peringatan bagi kaum munafik yang enggan ikut berlelah-lelah menggali parit dan berjihad menghadapi pasukan sekutu. Semestinya mereka meneladani Rasulullah saw yang walaupun kemuliaannya, tetap mau membersamai para sahabat untuk menggali parit dan menanggung beban jihadi di jalan Allah.
Jalaludin As-Suyuti dan Jalaludin Al-Mahalli dalam tafsirnya Al-Jalalain menafsirkan ayat ini dengan singkat;
اقْتِدَاءً بِهِ فِي الْقِتَالِ وَالثَّبَاتِ فِي مَوَاطِنِهِ
“Meneladaninya dalam perang dan keteguhan pada tempatnya masing-masing.”
Walaupun pemahaman Al-Quran diambil dari keumuman ayat bukan kekhususan sebab, sebagaimana kaidah populer dalam ilmu tafsir, namun latar belakang ini penting kita pahami, bahwa meneladani Rasulullah saw itu bukan hanya pada hal-hal yang sifatnya lembut, santun, kasih sayang dan dalam suasana tenang nyaman tanpa permusuhan. Tapi disana juga ada keteladanan dalam hal ketegasan, marah, perang, letih dan berat menanggung beban dan tidak lemah hadapi permusuhan.
Abu Bakar Ash-Shidiq terkenal dengan kesantunan dan kelembutannya. Saat menjadi khalifah, ada sebagian rakyatnya yang membangkang, menolak zakat. Tanpa ragu beliau putuskan untuk memerangi mereka. Saat Umar bin Khatab tampak ragu soal itu, dengan tegas beliau nyatakan, ‘Aku akan perangi orang yang ingin pisahkan shalat dengan zakat. Apakah engkau berani di masa jahiliah, justru jadi penakut di masa Islam?”
Wallahu a’lam.