Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Kekayaan itu bukanlah banyaknya harta, tapi kekayaan itu adalah kaya jiwanya.
(HR. Bukhari no. 6446)
Penjelasan:
– Makna Ghina (Kekayaan) adalah apa-apa yang membuat cukup. Maka, ketika seseorang yang sudah merasa cukup, maka dia kaya. Tapi, orang yang tidak pernah merasa cukup, maka dia belum kaya, walau hartanya melimpah ruah.
– Ada pun Ghaniy, artinya orang yang memiliki kekayaan. Sedangkan Al Ghaniy (Maha Kaya) adalah salah satu asma Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.
(QS. Al-Baqarah, Ayat 267)
– Kekayaan itu bukanlah dengan banyak al ‘Aradh, apa itu? dikatakan oleh Abu ‘Ubaid:
هو حطام الدنيا، يعنى متاعها، يدخل فيه جميع المال العرَوض وغيرها
Yaitu serpihan-serpihan dunia, yaitu kemewahannya, termasuk di dalamnya semua harta, barang, dan hal-hal lainnya.
(Dikutip oleh Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmal Al Mu’lim, 3/586)
Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَكُونَ لَهُۥٓ أَسۡرَىٰ حَتَّىٰ يُثۡخِنَ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ ٱلدُّنۡيَا وَٱللَّهُ يُرِيدُ ٱلۡأٓخِرَةَۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٞ
Tidaklah pantas, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu menghendaki ‘aradhad duniya (harta benda duniawi) sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.
(QS. Al-Anfal, Ayat 67)
– Kekayaan itu Ghinan Nafs (kaya jiwanya). Maksudnya jiwa yang yang cukup, jiwa yang kenyang.
Al Qadhi ‘Iyadh Rahimahullah berkata:
أن حقيقة الغنى والغنى المحمُودُ هو: غنى النفس وشبعُها وقلة حرصها، لا كثرة المال، مع الحرص على التزيد منه والشح به، فذلك فقر بالحقيقة؛ لأن صاحبه لم يستعن به بعد.
Hakikat Kekayaan dan kekayaan yang terpuji adalah kaya jiwanya, jiwa yang kenyang terhadap dunia dan sedikit hasrat terhadapnya, bukan banyaknya harta lalu dia berambisi kepada harta dan kikir terhadapnya, justru itu fakir yang sebenarnya, sebab pemilik harta tersebut sama sekali tidak pernah merasa cukup. (Ibid)
– Namun, menjadi kaya harta, asalkan bersyukur dan mengelola harta untuk fisabilillah, maka itu juga keutamaan. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Amr bin al Ash Radhiallahu ‘Anhu:
يَا عَمْرو نعم المَال الصَّالح للرجل الصَّالح
Wahai Amr, Sebaik-baiknya harta adalah harta yang dimiliki (dikelola) oleh orang shalih.
(HR. Ibnu Hibban, lihat Mawarid Azh Zham’an no. 1089)
– Harta memang berpotensi membuat lalai dan fitnah, tapi justru membawa manfaat dan rahmat jika dikendalikan oleh shalih.
Demikian. Wallahu a’lam
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam