Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Menghadiri perayaan hari raya nonmuslim, termasuk menyemarakkannya, adalah haram. Hal ini dilandasi pada satu pemahaman bahwa hari raya suatu agama merupakan syiar dan simbol utama ajarannya serta mengandung nilai dan makna teologis yang khas agama tersebut. Hari raya bukan semata-mata ekspresi kegembiraan dan kesenangan, tetapi merupakan cerminan keyakinan. Maka, perayaan suatu agama termasuk bagian dari peribadatan, sedangkan syariat melarang seorang muslim untuk ikut serta dalam peribadatan agama lain.
Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, beliau melarang umat Islam ikut memeriahkan perayaan agama jahiliah. Anas berkata
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ
“Rasulullah saw. tiba di Madinah. Penduduknya memiliki dua hari untuk bersuka cita. Nabi saw. bertanya, “Apa yang dua hari itu?” Mereka berkata, ”Kami biasa bersuka cita pada dua hari itu di masa jahiliah.” Maka, Rasulullah saw. bersabda, ”Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian yang lebih baik dari keduanya, yaitu: hari raya Idul Adha dan hari raya Idul Fitri.” (Abu Daud, vol. 1, no. 1134, bab shalati al-idain)
Para ulama mazhab seperti Ibn Nujaim, Ibn al-Haj, dan Ibn Hajar al-Haitsami memiliki pandangan seperti itu. Di antaranya, dalam kitab Al-Bahr Al-Raiq, Ibn Nujaim dari mazhab Hanafi mengatakan, “Abu Hafs Al-Kabir berkata, “Apabila seorang muslim yang menyembah Allah selama 50 tahun, lalu datang pada Hari Nairuz (hari raya kaum Majusi) dan memberi hadiah telur pada sebagian orang musyrik dengan tujuan untuk ikut memuliakan hari itu, dia telah kufur dan terhapus amalnya. (Ibn Nujaim. (1138). 8/555)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 7 Maret 1981 mengeluarkan fatwa larangan mengikuti Natal Bersama bagi umat Islam. Fatwa itu memutuskan tiga poin, yaitu: (1) perayaan natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa a.s., tetapi tidak dapat dipisahkan dari persoalan agama; (2) mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram; dan (3) agar umat Islam tidak terjerumus pada syubhat dan larangan Allah Swt., dianjurkan agar mereka tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.