Oleh: KH. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc.
فَخَرَجَ عَلٰى قَوْمِهٖ فِيْ زِ يْنَتِهٖ ۗ قَا لَ الَّذِيْنَ يُرِ يْدُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا يٰلَيْتَ لَـنَا مِثْلَ مَاۤ اُوْتِيَ قَا رُوْنُ ۙ اِنَّهٗ لَذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ
“Maka keluarlah dia (Qarun) kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Qasas: 79)
• Ayat ini mengisyaratkan bahaya dan efek buruk cinta dunia dan orientasi duniawi.
• Cinta dunia dan orientasi hidup duniawi bisa membuat mata hati jadi buta sehingga tidak bisa melihat kebenaran dan hakikat sesuatu dan mudah tertipu oleh gemerlap dunia dan pencitraan yang dilakukan para penipu.
• Orang-orang yang disebutkan di dalam ayat di atas terkesima melihat tampilan Karun, karena mereka menginginkan dunia dan mengukur kesuksesan atau keberuntungan dengan dunia.
• Cinta dunia dan orientasi duniawi bisa membuat ilmu yang dimiliki seseorang tidak berfungsi dengan benar karena terkalahkan oleh ambisi duniawi yang mendominasi pikiran dan hatinya sehingga tidak bisa melihat dan menilai sesuatu dengan ilmu yang dimiliki, karena mata hatinya telah buta. Firman Allah:
اَفَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَ رْضِ فَتَكُوْنَ لَهُمْ قُلُوْبٌ يَّعْقِلُوْنَ بِهَاۤ اَوْ اٰذَا نٌ يَّسْمَعُوْنَ بِهَا ۚ فَاِ نَّهَا لَا تَعْمَى الْاَ بْصَا رُ وَلٰـكِنْ تَعْمَى الْـقُلُوْبُ الَّتِيْ فِى الصُّدُوْرِ
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
• Itu sebabnya banyak orang pintar dan berilmu tinggi tetapi tidak bisa melihat kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan. Bahkan mereka menolak kebenaran dan mendukung kebatilan sekalipun bertentangan dengan ilmu yang difahaminya.
• Cinta dunia dan orientasi duniawi membuat seseorang tak berharga di mata Allah dan manusia.
• Cinta dunia dan ambisi duniawi membuat seseorang mudah goyah pendirian dan berubah pilihan, karena dunia telah menjadi satu-satunya ukuran “kebenaran” dalam hidupnya.
• Dalam ilmu politik orang seperti ini dikategorikan sebagai “floating mass” (massa mengambang). Orang-orang yang tidak punya prinsip dan pendirian sehingga mudah “dibeli” dengan uang, materi, kedudukan dan jabatan.
• Jadi, floating mass itu bukan hanya ada di kalangan orang awam tetapi bisa jadi muncul di kalangan kaum terpelajar, intelektual dan berilmu yang “melacurkan” ilmu dan intelektualitasnya demi mendapatkan dunia, jabatan dan kedudukan.
• Seharusnya orang-orang berilmu dan intelektual menjadi suluh dan teladan kehidupan dalam menegakkan kebenaran dan menolak kebatilan. Tetapi cinta dunia dan orientasi kehidupan duniawi membuat mereka tidak bisa menjadi suluh dan teladan.
• Seharusnya orang-orang berilmu dan intelektual berani bersikap menolak kebatilan dan melawan pembodohan yang dilakukan Karun, sebagaimana sikap orang-orang berilmu yang disebutkan pada ayat berkutnya:
وَقَا لَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَيْلَـكُمْ ثَوَا بُ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّمَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَا لِحًـا ۚ وَلَا يُلَقّٰٮهَاۤ اِلَّا الصّٰبِرُوْنَ
“Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Qasas: 80)
• Sikap yang berprinsip ini bisa mereka tunjukkan karena mereka telah menjadikan “pahala Allah, iman dan amal saleh” sebagai orientasi kehidupan sehingga mereka menjadi orang-orang yang tangghuh (shabirun).