Dimana Allah?

Serial Ta’amulaat Imaniyah

Narasumber : KH. Iman Santoso, Lc, MEI

Nafi ra bercerita, pada suatu hari saya keluar bersama Ibnu Umar ra di suatu tempat di Madinah bersama beliau sahabat yang lain, maka kami berhenti di suatu lembah dan menggelar makanan untuk mereka. Tiba-tiba lewat sekumpulan kambing yang digiring oleh seorang penggembala berkulit hitam yang masih muda.

Abdullah bin Umar ra berkata:” Marilah kesini makan bersama kami”. Penggembala itu berkata,”wahai tuan saya sedang puasa”. Ibnu Umar ra merasa kagum dan berkata, “ Puasa, di hari seperti ini (bukan bulan Puasa), di siang yang sangat terik, di belakang kumpulan kambing ini di lembah tandus?” Penggembala berkata,”Betul wahai tuanku, saya menggunakan kesempatan di hari-hari yang fana ini (dunia) untuk hari-hari yang kekal (akherat)”. Ibnu Umar ra semakin kagum dengan perkataan penggembala itu, kebaikan niatnya dan akhlaknya. Berkata Ibnu Umar ra, “ Wahai penggembala jual-lah pada kami kambingmu satu saja, untuk kami sembelih, dan kami menjamumu dari dagingnya dan saya akan berikan harganya padamu”. Berkata Si Penggembala, “Wahai tuanku, kambing ini bukan miliku, dia milik tuanku”. Berkata Ibnu Umar ra, “ Jika tuanmu bertanya tentang kambing, katakan saja serigala memangsanya”. Berkata Si Penggembala, “ Jika aku mengatakan padanya bahwa serigala memangsanya, lalu dimana Allah ?” Menangislah Ibnu Umar dan Ja’far, berkata,” Penggembala berkata, dimana Allah jika aku berbohong kepada mahluk, bagaimana aku berbohong pada mahluk padahal saya akan dihadapkan pada Allah Pencipta”.

Ketika Ibnu Umar masuk ke Madinah beliau bertanya tentang penggembala, lalu membelinya dan memerdekakannya. (Syarh Al-Bukhari As-Safiri 333/1).

Kisah Ibnu Umar ra dengan Penggembala banyak disebutkan dalam kitab Tafsir, Hadits dll, diantaranya; Ad-Dur Al-Mansyur-as-Suyuti, Ruhul Bayan- Ismail Haqi, Az-Zuhd-Abu Dawud, Al-Mu’jamul Kabiir-at-Tabrani, Syu’abul Iman-Al-Baihaqi dll dengan berbagai macam versi. Salah satunya dalam Kitab diatas.

Sehingga kisah ini secara riwayat kuat. Dan kisah ini memberikan pelajaran yang banyak bagi orang-orang beriman, umat Islam dan umat manusia secara umum, yaitu mereka yang mau mengambil pelajaran. Pelajaran tentang keimanan, muroqobah ( merasa dalam pengawasan Allah), puasa, kejujuran dll.

Bahwa sifat utama orang beriman adalah sangat kuatnya keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keimanan yang kuat kepada Allah melahirkan sifat selalu merasa diawasi oleh Allah, sehingga walaupun di dunia bisa berbohong kepada manusia, karena imannya kepada Allah sangat kuat dan merasa selalu diawasi Allah sehingga dia tidak bisa berbohong.

Demikian juga keimanan kepada hari akhir yang kuat, melahirkan orientasi hidup yang lebih mengutamakan hari akhir sehingga tidak terkena fitnah dunia dengan segala daya tariknya. Di cuaca yang sangat terik, di padang pasir, sedang bekerja menggembalakan kambing, dia puasa karena ingin meraih pahala dari Allah untuk kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal.

Dahulu ada seorang shalih yang menasehati anaknya, ketika akan tidur agar selalu mengucapkan, Allah Melihatku, Allah menyaksikanku dan Allah bersamaku. Tarbiyah Imaniyah seperti ini yang mesti dilakukan pada putra-putri kita, pada anak-anak sekolah, pada mahasiswa, pada umat Islam dan pada kita semuanya.

Sifat ini juga yang mesti ada dan dimiliki para pemimpin negeri muslim, termasuk Indonesia, perasaan dan keyakinan selalu diawasi Allah, sehingga melahirkan sifat amanah dan jujur. Karakter yang dibutuhkan disaat kepercayaan rakyat sangat rendah kepada pemimpinnya. Orang beriman seperti inilah yang merupakan solusi bagi rakyat dan umat, mereka akan amanah menjaga harta negara dan rakyatnya dengan baik dan akan berlaku adil, sehingga akan memunculkan keberkahan, kebaikan dan kesejahteraan bagi negeri, rakyat dan umatnya.

Puasa adalah ibadah rahasia yang sangat kuat melatih keimanan, khususnya keimanan kepada Allah dan hari akhir, sehingga orang beriman tersebut selalu merasa diawasi Allah (muroqobah) yang merupakan pangkal dari sifat-sifat yang baik lainnya.