Berjuang Tak Kenal Menyerah dan Istirahat

Narasumber: KH. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc

وَا لَّذِيْنَ  جَاهَدُوْا  فِيْنَا  لَنَهْدِيَنَّهُمْ  سُبُلَنَا     ۗ وَاِ نَّ  اللّٰهَ  لَمَعَ  الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-‘Ankabut: 69)

• Ayat ini mengisyaratkan etos perjuangan seorang mujahid sejati yang tidak mengenal kata menyerah. Karena perjuangan pasti menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan. Bahkan berbagai tantangan dan kesulitan dalam perjuangan dakwah Islam seringkali jauh lebih besar dari kemampuan dan kapasitas yang dimiliki para pejuang sehingga tidak jarang membuat gentar dan pesimis sebagian pejuang. Salah satu contohnya apa yang dialami oleh sebagian pengikut Nabi Musa as:

قَا لُوْا  يٰمُوْسٰۤى  اِنَّ  فِيْهَا  قَوْمًا  جَبَّا رِ يْنَ   ۖ وَاِ نَّا  لَنْ  نَّدْخُلَهَا  حَتّٰى  يَخْرُجُوْا  مِنْهَا   ۚ فَاِ نْ  يَّخْرُجُوْا  مِنْهَا  فَاِ نَّا  دَا خِلُوْنَ

“Mereka berkata, Wahai Musa! Sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang sangat kuat dan kejam, kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar dari sana, niscaya kami akan masuk.” (QS. Al-Ma’idah: 22)

• Agar tidak mudah menyerah dalam perjuangan, ia harus memiliki:

• Pertama, iman dan harapan yang kuat kepada Allah, bahwa Allah pasti akan menunjukkan berbagai jalan keluar, kesuksesan dan kemenangan. Tetapi petunjuk ini akan diberikan Allah setelah para pejuang berjuang maksimal dalam mengerahkan semua kemampuannya, sebagaimana ditegaskan ayat di atas.

• Setelah berjuang mengerahkan semua kemampuan pun harus tetap berharap kepada Allah:

وَاِ لٰى  رَبِّكَ  فَا رْغَبْ

“dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah: 8)

• Siapa yang tidak berusaha terus menerus menguatkan keimanan dan harapannya kepada Allah, dalam perjuangan dakwah Islam ini, dikhawatirkan akan mengalami fenomena yang dialami oleh sebagian pengikut Nabi Musa as di atas. Kisah ini disampaikan untuk menjadi renungan dan pelajaran. Jangan sampai ada orang yang mau berjuang tetapi alergi dengan tantangan dan kesulitan.

• Kedua, kemauan yang kuat (ارادة قوية). Diantara tanda pejuang yang memiliki kemauan yang kuat adalah:

a- Tidak Pernah Ragu.

• Dalam perang Uhud, Nabi saw mulanya cenderung kepada pendapat yang mengatakan agar tidak keluar dari Madinah. Sedangkan para sahabat yang lain, terutama para pemuda menginginkan perang di luar Madinah sehingga Nabi saw melepas pendapatnya dan mengikuti pendapat mereka. Tetapi hal ini membuat para sahabat khawatir telah memaksa Nabi saw mengikuti pendapat mereka sehingga mereka pun menyatakan kesediaan mereka untuk menarik pendapat dan mengikuti usulan Nabi saw. Namun Nabi saw bersabda kepada mereka: “Pantang bagi seorang Nabi bila telah memakai baju perangnya untuk meletakkannya lagi hingga maju berperang”.

• Pelajaran ini disampaikan Nabi saw kepada mereka karena keragu-raguan bisa melemahkan semangat perjuangan.

• Itulah sebabnya para musuh Islam selalu berusaha menimbulkan keragu-raguan di kalangan para pejuang dakwah Islam, agar semangat dan soliditas mereka runtuh. Baik keragu-raguan terhadap para pemimpin dakwah atau pun terhadap prinsip-prinsip dakwah.

b- Tidak Kenal Istirahat.

• Dalam kamus perjuangan dakwah Islam tidak ada kata istirahat atau tawaqquf (pause). Istirahat atau tawaqquf (pause) sama dengan berhenti berjuang. Karena istirahat dalam perjuangan adalah awal proses terjadinya insilakh (mundur pelan-pelan) atau “muntaber” ( mundur tanpa berita) dari gelanggang perjuangan dakwah Islam. Fenomena insilakh ini disebutkan Allah dalam salah satu ayat-Nya:

وَا تْلُ  عَلَيْهِمْ  نَبَاَ  الَّذِيْۤ  اٰتَيْنٰهُ  اٰيٰتِنَا  فَا نْسَلَخَ  مِنْهَا  فَاَ تْبَعَهُ  الشَّيْطٰنُ  فَكَا نَ  مِنَ  الْغٰوِيْنَ

“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat.” (QS. Al-A’raf: 175)

• Orang yang melepaskan diri dari dakwah dengan dalih istirahat atau tawaqquf (pause) akan diikuti oleh setan dan digodanya hingga berhasil membuatnya berhenti total dari kemuliaan perjuangan dakwah yang pernah dirasakannya. Fenomena dan proses ini disebut insilakh (انسلاخ). Semoga Allah menjauhkan kita dari insilakh.

• Karena itu, Allah tidak memberi istirahat kepada Nabi saw dalam perjuangan dakwah ini. Firman-Nya:

فَاِ ذَا  فَرَغْتَ  فَا نْصَبْ

“Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),” (QS. Al-Insyirah: 7)

• Karena istirahat dalam perjuangan berarti kekosongan (vacuum/فراغ). Kekosongan menjadi peluang bagi setan untuk masuk dan memasukkan bisikan-bisikan keburukan yang melemahkan semangat perjuangan dakwah hingga akhirnya berhenti berjuang.

• Bahkan dalam mendinamisasi kehidupan ini Allah tidak membiarkan orang-orang beriman berada dalam kevakuman, termasuk dalam ibadah. Sepanjang tahun dan sepanjang hari, orang-orang beriman berada dalam matarantai ibadah kepada Allah. Berhenti dari satu ibadah dilanjut dengan ibadah yang lain.

• Karena itu beragam tafsir yang diberikan tentang ayat ini (al-Insyirah: 7).

• Ibnu Mas’ud mengartikan: “Bila kamu telah selesai menunaikan berbagai ibadah fardhu maka lakukan qiyamul-lail”.

• Ibnu Abbas, adh-Dhahak dan Muqatil: “Bila kamu telah selesai menunaikan shalat maka lanjutkan dengan doa”.

• Mujahid: “Jika kamu telah selesai dari urusan duniamu maka letihkan dirimu dengan amal akhiratmu”.

• Asy-Sya’bi dan az-Zuhri: “Jika kamu telah selesai membaca tasyahhud maka berdoalah untuk dunia dan akhiratmu”.

• Imam Ahmad berkata: “Seorang mukmin baru bisa istirahat bila salah satu kakinya telah menginjak surga”.

• Setelah usai puasa ramadhan ada puasa Syawal kemudian dilanjut dengan haji dan begitulah seterusnya. Tidak boleh ada kevakuman dalam kehidupan orang-orang beriman di sepanjang tahun, di sepanjang hari. Karena kevakuman adalah pintu setan.

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الْفَرَاغُ وَالصِّحَّةُ

“Dua nikmat yang kebanyakan manusia terlena adalah waktu luang dan kesehatan.” (Musnad Ahmad 3038)