Oleh: KH. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc
• Kedua, Allah juga menyebutkan di dalam ayat yang sama, “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”.
كما كتب على الذين من قبلكم
• Pendekatan sejarah ini juga dimaksudkan untuk memberikan motivasi agar orang-orang beriman tidak merasa berat dalam melaksanan puasa di bulan ramadhan penuh. Karena kewajiban puasa ini bukan kewajiban pertama dalam sejarah agama-agama dan bukan hal baru dalam syariat, tetapi merupakan syariat yang juga diwajibkan Allah kepada umat-umat terdahulu. Secara psikologis, banyaknya orang yang ikut melaksakan suatu kewajiban bisa meringankan beban yang dirasakan jiwa manusia. Atau bisa meringankan “tekanan” syariat ini di dalam jiwa dan memudahkan penyampaiannya kepada jiwa. Apalagi diantara karakter jiwa manusia ini tidak menyukai apa yang namanya ikatan kewajiban, karena jiwa manusia cenderung ingin bebas tidak mau diatur-atur dan dibatasi, sehingga jiwa ini harus ditundukkan.
• Apalagi jika puasa di masa umat Nabi Muhammad saw ini dibandingkan dengan puasa umat-umat terdahulu. Puasa umat terdahulu lebih berat dan ekstrem dibandingkan dengan puasa kita.
• Di masa umat terdahulu, orang-orang yang berpuasa di siang hari diharamkan makan, minum dan melakukan hubungan suami-istri di malam hari bila tertidur setelah isya’.
• Bahkan di masa awal umat ini hukum tersebut masih diberlakukan hingga terasa berat lalu terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian sahabat Nabi saw, diantaranya Umar bin Khatab ra, lalu dengan sebab peristiwa tersebut Allah menghapus hukum tersebut dengan menurunkan ayat-Nya:
اُحِلَّ لَـکُمْ لَيْلَةَ الصِّيَا مِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَآئِكُمْ ۗ هُنَّ لِبَا سٌ لَّـكُمْ وَاَ نْـتُمْ لِبَا سٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّکُمْ كُنْتُمْ تَخْتَا نُوْنَ اَنْفُسَکُمْ فَتَا بَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَا لْــئٰنَ بَا شِرُوْهُنَّ وَا بْتَغُوْا مَا کَتَبَ اللّٰهُ لَـكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَا شْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُمُ الْخَـيْطُ الْاَ بْيَضُ مِنَ الْخَـيْطِ الْاَ سْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَا مَ اِلَى الَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَا شِرُوْهُنَّ وَاَ نْـتُمْ عٰكِفُوْنَ ۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّا سِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187)
• Sisi sejarah puasa yang disebut dalam ayat puasa ini membantu menguatkan jiwa dan memori orang yang berpuasa sehingga terasa ringan dalam menjalani puasa yang sudah diringankan pelaksanaannya tersebut.
• Ketiga, di bagian akhir ayat puasa ini disebutkan:
“لعلكم تتقون “
• Ini untuk mengingatkan bahwa puasa ini bukan hanya ujian saja, juga bukan hanya kesulitan yang tidak punya tujuan. Tetapi juga merupakan latihan (riyadhah), tarbiyah (pendidikan), ishlah (perbaikan), tarqiyah (peningkatan) dan tanmiyah (pengembangan) bagi kepribadian orang yang berpuasa sehingga setelah menjalani “madrasah ramadhan” ini akan menjadi manusia yang utama dan memiliki kepribadian yang kuat. Mampu mengendalikan hawa nafsu dan tidak dikendalikan hawa nafsu.
• Tujuan atau target ini membuat orang yang berpuasa bersemangat untuk mencapai target yang akan meningkatkan kwalitas dirinya sehingga dia akan menjalani puasa ini dengan senang hati, karena ada target mulia yang diharapkan di sisi Allah.